Mengingat
Mati
Hidup
di dunia ini tidaklah selamanya.
Akan datang masanya kita berpisah dengan dunia berikut isinya. Perpisahan itu
terjadi saat kematian menjemput, tanpa ada seorang pun yang dapat menghindar
darinya. Karena Ar-Rahman telah berfirman:
كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً
وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap
yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan
kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah
kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
أَيْنَمَا
تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di
mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian
berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa`: 78)
Kematian
akan menyapa siapa pun, baik ia seorang yang shalih atau durhaka, seorang yang
turun ke medan perang ataupun duduk diam di rumahnya, seorang yang menginginkan
negeri akhirat yang kekal ataupun ingin dunia yang fana, seorang yang
bersemangat meraih kebaikan ataupun yang lalai dan malas-malasan. Semuanya akan
menemui kematian bila telah sampai ajalnya, karena memang:
كُلُّ
مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Seluruh
yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” (Ar-Rahman: 26)
Mengingat
mati akan melembutkan hati dan menghancurkan ketamakan terhadap dunia.
Karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan hasungan untuk
banyak mengingatnya. Beliau bersabda dalam hadits yang disampaikan lewat
shahabatnya yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
أَكْثِرُوْا
ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah
kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. At-Tirmidzi
no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258. Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu berkata tentang hadits ini, “Hasan shahih.”)
Dalam
hadits di atas ada beberapa faedah:
-
Disunnahkannya setiap muslim yang sehat ataupun yang sedang sakit untuk
mengingat mati dengan hati dan lisannya, serta memperbanyak mengingatnya hingga
seakan-akan kematian di depan matanya. Karena dengannya akan menghalangi dan
menghentikan seseorang dari berbuat maksiat serta dapat mendorong untuk beramal
ketaatan.
-
Mengingat mati di kala dalam kesempitan akan melapangkan hati seorang hamba.
Sebaliknya, ketika dalam kesenangan hidup, ia tidak akan lupa diri dan mabuk
kepayang. Dengan begitu ia selalu dalam keadaan bersiap untuk “pergi.”
(Bahjatun Nazhirin, 1/634)
Ucapan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah ucapan yang singkat dan
ringkas, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (kematian).”
Namun padanya terkumpul peringatan dan sangat mengena sebagai nasihat, karena
orang yang benar-benar mengingat mati akan merasa tiada berartinya kelezatan
dunia yang sedang dihadapinya, sehingga menghalanginya untuk berangan-angan
meraih dunia di masa mendatang. Sebaliknya, ia akan bersikap zuhud terhadap
dunia. Namun bagi jiwa-jiwa yang keruh dan hati-hati yang lalai, perlu
mendapatkan nasihat panjang lebar dan kata-kata yang panjang, walaupun
sebenarnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَكْثِرُوْا
ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah
kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).”
disertai
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Setiap
yang berjiwa pasti akan merasakan mati,” sudah mencukupi bagi orang
yang mendengar dan melihat. Alangkah bagusnya ucapan orang yang berkata:
اذْكُرِ
الْمَوْتَ تَجِدُ رَاحَةً، فِي إِذْكَارِ الْمَوْتِ تَقْصِيْرُ اْلأَمَلِ
“Ingatlah
mati niscaya kau kan peroleh kelegaan, dengan mengingat mati akan pendeklah
angan-angan.”
Adalah
Yazid Ar-Raqasyi rahimahullahu berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka
engkau wahai Yazid! Siapa gerangan yang akan menunaikan shalat untukmu setelah
kematianmu? Siapakah yang mempuasakanmu setelah mati? Siapakah yang akan
memintakan keridhaan Rabbmu untukmu setelah engkau mati?”
Kemudian
ia berkata, “Wahai sekalian manusia, tidakkah kalian menangis dan meratapi
diri-diri kalian dalam hidup kalian yang masih tersisa? Duhai orang yang
kematian mencarinya, yang kuburan akan menjadi rumahnya, yang tanah akan menjadi
permadaninya dan yang ulat-ulat akan menjadi temannya… dalam keadaan ia menanti
dibangkitkan pada hari kengerian yang besar. Bagaimanakah keadaan orang ini?”
Kemudian Yazid menangis hingga jatuh pingsan. (At-Tadzkirah, hal. 8-9)
Sungguh,
hanya orang-orang cerdas cendikialah yang banyak mengingat mati dan menyiapkan
bekal untuk mati. Shahabat yang mulia, putra dari shahabat yang mulia, Abdullah
bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki dari
kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau
menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’
‘Mukmin
manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:
أَكْثَرُهُمْ
لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ
أَكْيَاسٌ
“Orang
yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah
mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259,
dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384)
Al-Imam
Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak
mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara: bersegera untuk
bertaubat, hati merasa cukup, dan giat/semangat dalam beribadah. Sebaliknya,
siapa yang melupakan mati ia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat,
tidak ridha dengan perasaan cukup dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah,
wahai orang yang tertipu, yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak akan
merasa sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya. Cukuplah kematian sebagai
pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan menuntaskan
angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan membayangkan
datangnya hari kematianmu dan perpindahanmu dari tempat hidupmu yang sekarang?”
(At-Tadzkirah, hal. 9)
Bayangkanlah
saat-saat sakaratul maut mendatangimu. Ayah yang penuh cinta berdiri di sisimu.
Ibu yang penuh kasih juga hadir. Demikian pula anak-anakmu yang besar maupun
yang kecil. Semua ada di sekitarmu. Mereka memandangimu dengan pandangan kasih
sayang dan penuh kasihan. Air mata mereka tak henti mengalir membasahi
wajah-wajah mereka. Hati mereka pun berselimut duka. Mereka semua berharap dan
berangan-angan, andai engkau bisa tetap tinggal bersama mereka. Namun alangkah
jauh dan mustahil ada seorang makhluk yang dapat menambah umurmu atau
mengembalikan ruhmu. Sesungguhnya Dzat yang memberi kehidupan kepadamu, Dia
jugalah yang mencabut kehidupan tersebut. Milik-Nya lah apa yang Dia ambil dan
apa yang Dia berikan. Dan segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ajal yang telah
ditentukan.
Al-Hasan
Al-Bashri rahimahullahu berkata, “Tidaklah hati seorang hamba sering
mengingat mati melainkan dunia terasa kecil dan tiada berarti baginya. Dan
semua yang ada di atas dunia ini hina baginya.”
Adalah
‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu bila mengingat mati ia gemetar seperti
gemetarnya seekor burung. Ia mengumpulkan para ulama, maka mereka saling
mengingatkan akan kematian, hari kiamat dan akhirat. Kemudian mereka menangis
hingga seakan-akan di hadapan mereka ada jenazah. (At-Tadzkirah, hal. 9)
Tentunya
tangis mereka diikuti oleh amal shalih setelahnya, berjihad di jalan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan bersegera kepada kebaikan. Beda halnya dengan keadaan
kebanyakan manusia pada hari ini. Mereka yakin adanya surga tapi tidak mau
beramal untuk meraihnya. Mereka juga yakin adanya neraka tapi mereka tidak
takut. Mereka tahu bahwa mereka akan mati, tapi mereka tidak mempersiapkan
bekal. Ibarat ungkapan penyair:
Aku
tahu aku kan mati namun aku tak takut
Hatiku
keras bak sebongkah batu
Aku
mencari dunia seakan-akan hidupku kekal
Seakan
lupa kematian mengintai di belakang
Padahal,
ketika kematian telah datang, tak ada seorangpun yang dapat mengelak dan
menundanya.
فَإِذَا
جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ
“Maka
apabila telah tiba ajal mereka (waktu yang telah ditentukan), tidaklah mereka
dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mereka dapat
mendahulukannya.” (An-Nahl: 61)
وَلَنْ
يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا
“Dan
Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah
datang ajal/waktunya.” (Al-Munafiqun: 11)
Wahai
betapa meruginya seseorang yang berjalan menuju alam keabadian tanpa membawa
bekal. Janganlah engkau, wahai jiwa, termasuk yang tak beruntung tersebut.
Perhatikanlah peringatan Rabbmu:
وَلْتَنْظُرْ
نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدْ
“Dan
hendaklah setiap jiwa memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat).” (Al-Hasyr: 18)
Al-Hafizh
Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan, “Hisablah
diri kalian sebelum kalian dihisab, dan lihatlah amal shalih apa yang telah
kalian tabung untuk diri kalian sebagai bekal di hari kebangkitan dan hari
diperhadapkannya kalian kepada Rabb kalian.” (Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib
Tafsir Ibni Katsir, hal. 1388)
Janganlah
engkau menjadi orang yang menyesal kala kematian telah datang karena tiada
berbekal, lalu engkau berharap penangguhan.
وَأَنْفِقُوا
مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ
رَبِّ لَوْلاَ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Dan
infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum
datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, ‘Wahai
Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat
hingga aku mendapat kesempatan untuk bersedekah dan aku termasuk orang-orang
yang shalih?’.” (Al-Munafiqun: 10)
Karenanya,
berbekallah! Persiapkan amal shalih dan jauhi kedurhakaan kepada-Nya! Wallahu a’lam
bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar