Jum'at tgl, 6 Robiulawal 1434 H
Khutbah
Pertama
إن الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نعوذ بالله من شرور
أنفسنا و سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له و من يضلله فلا هادي له، أشهد أن
لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله. يأيها الذين آمنوا
اتقوا الله حق تقاته و لا تموتن إلا و أنتم مسلمون. يأيها الناس اتقوا ربكم الذي
خلقكم من نفس واحدة و خلق منها زوجها و بث منهما رجالا كثيرا و نساء و اتقوا الله
الذي تساءلون به و الأرحام إن الله كان عليكم رقيبا. يأيها الذين آمنوا اتقوا الله
و قولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم و يغفر لكم ذنوبكم و من يطع الله و رسوله فقد
فاز فوزا عظيما. ألا فإن أصدق الحديث كتاب الله و خير الهدي هدي محمد صلى الله
عليه و سلم و شر الأمور محدثاتها و كل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة و كل
ضلالة في النار. اللهم فصل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من
تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد.
قال الله تعالى: }يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ
بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ{
Jamaah Jum’at yang
dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala ….
Puji dan syukur hanya tertuju kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dialah satu-satu-Nya Dzat yang berhak menerima segala pujian dan ungkapan
syukur. Karunia dan rahmat-Nya telah banyak kita nikmati, hidayah dan
inayah-Nya telah banyak kita rasakan. Kesyukuran hakiki hanya dapat diwujudkan
dalam bentuk kesiapan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua
larangan-Nya. Tanpa itu maka kita termasuk orang-orang yang ingkar nikmat.
Salam dan shalawat kita sampaikan dan kirimkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam. Nabi yang telah memperjuangkan agama Islam di waktu siang
dan malam, di kala sempit dan lapang. Dia mendakwahkan Islam tanpa mengenal
ruang dan waktu. Dia telah menunaikan amanah, memberikan nasihat kepada umat,
dan berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
sungguh-sungguh dan sebenar-benarnya. Hingga ia meninggalkan umat ini dalam
keadaan telah tercerahkan dengan nur hidayah, dan cahaya taufik dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Tidaklah seseorang meniti jalan lain melainkan ia akan menjadi
sesat di dunia dan binasa di akhirat.
Jamaah shalat Jum’at rahimakumullah ….
Membangun komunikasi dan menjalin hubungan dengan orang lain menjadi
keharusan dalam kehidupan seorang di dunia ini. Terlebih lagi bagi seorang
Muslim yang berprofesi sebagai duta dan dai kepada agama Allah Subhanahu
wa Ta’ala tentu ia harus membangun komunikasi dengan orang lain. Namun
perlu disadari bahwa membangun hubungan yang sinergi dan harmonis tak semudah
membalikkan kedua telapak tangan. Memerlukan ketulusan niat, kelapangan dada,
dan fleksibiltas yang tinggi. Hubungan harmonis mengharuskan seseorang
membersihkan hatinya dari semua penyakit-penyakit hati seperti iri, dengki,
hasad dan lainnya. Wajah yang berseri, senyuman yang tulus dan sikap pemaaf
sangat berperan besar dalam mengharmoniskan hubungan antar sesama hamba AllahSubhanahu
wa Ta’ala.
Prasangka buruk terhadap sesama termasuk batu sandungan yang besar dalam
menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Ia seharusnya tidak diberi ruang
sekecil apapun dalam hati setiap pribadi Muslim. Sebab kemunculannya tidak akan
menghasilkan apa-apa kecuali perselisihan dan pertengkaran yang tak berujung.
Jamaah Jum’at yang berbahagia ….
Seorang yang memperhatikan dan merenungi realita hubungan dan komunikasi
antar sesama kaum Muslimin dewasa ini, pasti akan merasa bersedih dan prihatin
karena hubungan komunikasi yang telah terputus dan tali persaudaraan pun telah
tercerai-berai. Seluruhnya disebabkan oleh kumpulan prasangka, keraguan,
kekhawatiran dan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar. Berapa banyak
majelis-majelis ilmu atau pertemuan-pertemuan yang berubah menjadi majelis
ghibah, materi kajiannya berpusat pada fulan mengatakan ini, berbuat ini...
Fulan melakukan itu… Semuanya hanya didasarkan pada prasangka belaka. Sebagai
bukti, ketika sang penceramah ditanya tentang keotentikan informasi yang
disampaikannya, jawabannya selalu mengatakan, “oh iya nanti saya coba
mencari informasi lebih jauh.” Atau dikatakan, “Oh iya nanti saya
cek kembali kebenaran informasinya.”
Bermula dari prasangka buruk, lalu berkembang menjadi tuduhan dusta,
dilanjutkan dengan upaya mencari-cari kesalahan orang lain, berakhir dengan
ghibah, ditutup dengan hujatan, cercaan dan makian. Allahu Al-musta’an,
berapa banyak terminAl-terminal dosa yang diciptakan oleh prasangka buruk.
Hasil yang dipetik dari prasangka buruk berupa pola komunikasi yang terbangun
di atas pondasi kedustaan, serang menyerang tudingan, redupnya rasa saling
percaya antar sesama, kebencian, permusuhan dan saling memboikot menjadi hal
yang lumrah dan biasa. Padahal kesemuanya itu menjadi faktor-faktor yang
melemahkan kaum Muslimin dan menghilangkan wibawa mereka di hadapan umat-umat
lain. Tidak heran jika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan
berprasangka buruk terhadap orang lain dan menggolongkannya sebagai perbuatan
dosa. Friman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا
تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ
يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ}
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujuraat:
12)
Ayat di atas berisi seruan bagi kaum Muslimin untuk saling menjaga harga
diri mereka, dan tidak memberikan peluang sedikit pun bagi prasangka buruk
bercokol dalam hati. Seorang mukmin tidak pantas merobek-robek harga diri dan
kehormatan orang lain hanya karena sebuah prasangka atau isu yang
beredar. Diriwayatkan oleh Abdul Razzaq dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Mushannaf nya
menyebutkan etika standar yang wajib disadari oleh setiap Muslim agar tercipta
sebuah masyarakat yang harmonis. RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إياكم والظن، فإن الظن أكذب الحديث، ولا تحسسوا، ولا تجسسوا، ولا تحاسدوا، ولا
تدابروا، ولا تباغضوا، وكونوا عباد الله إخوانا
“Hindarilah oleh kalian prasangka buruk, sebab ia termasuk kedustaan
besar, janganlah kalian saling menyindir, saling mencari-cari kesalahan, saling
memendam rasa dendam, saling berselisih, dan saling bertengkar, namun jadilah
kalian orang-orang yang bersaudara.”
Sekali lagi, prasangka buruk tidak akan memberikan sesuatu yang positif
walau sekecil apapun. Bahkan sebaliknya memicu lahirnya sikap permusuhan,
perselisihan, memutuskan hubungan yang baik, meretakkan ikatan kekeluargaan,
dan menghancurkan solidaritas dan persaudaraan sesama kaum Muslimin.
Orang-orang yang mengikhlaskan dirinya menjadi korban prasangka buruk
senantiasa akan terjerembab ke dalam perbuatan dosa yang tak terbatas. Sebab
satu perbuatan dosa akan mengundang dan memaksa pelakunya untuk melakukan
perbuatan dosa yang lain, hukuman akhiratnya pun akan semakin berat. Coba kita
renungkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini,
{إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ
آَمَنُوا يَضْحَكُونَ*وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ*وَإِذَا انْقَلَبُوا
إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِين* وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ
هَؤُلَاءِ لَضَالُّونَ*وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ* فَالْيَوْمَ
الَّذِينَ آَمَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ* عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ* هَلْ ثُوِّبَ
الْكُفَّارُ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ}[المطفِّفين:29-36]
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang menertawakan
orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan
mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. dan apabila orang-orang yang
berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira dan apabila
mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan, “sesungguhnya mereka itu
benar-benar orang-orang yang sesat, padahal orang-orang yang berdosa itu tidak
dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mukmin. Maka pada hari ini, orang-orang
yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan
sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap
apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Al-Muthaffifiin: 29-36)
Ulama tafsir mengatakan, “Orang-orang yang dianggap oleh orang-orang
musyrik sebagai orang-orang jahat adalah mereka yang menyatakan keislaman dan
keimanan mereka. Mereka menghina kaum Muslimin dan menganggap mereka tidak
pantas mendapatkan kenikmatan dan kebaikan dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Akan tetapi di kehidupan akhirat kelak, orang-orang beriman yang
telah menjadi penduduk surga diberikan kesempatan untuk membalas ejekan dan
olok-olokan orang-orang musyrik dengan ejekan dan olokan yang sama.
Jamaah Jum’at yang berbahagia ….
Sebagian ulama mengatakan, “prasangka yang wajib dihindari oleh
setiap Muslim adalah semua prasangka yang dialamatkan kepada seseorang yang
tidak bermaksiat secara terang-terangan tanpa didukung oleh indikasi-indikasi
yang kuat atau petunjuk-petunjuk hukum yang jelas. Namun bagi mereka yang
membanggakan diri dengan lumuran dosa dan kemaksiatan, maka prasangka buruk
yang dialamatkan kepada mereka tidak termasuk prasangka yang diharamkan.”
Said ibnu Al-Musayyib berkata, “saya menulis sebuah nasihat kepada beberapa
sahabat yang isinya berupa ajakan untuk menghukumi orang lain berdasarkan
keadaan terbaik baginya selama tidak ada pelanggaran yang jelas. Dan jangan
kalian menghukumi orang lain hanya dengan satu kalimat yang berbau pelanggaran,
selama ucapan tersebut dapat dipahami dengan cara yang baik.”
Sebuah nasihat yang sangat mulia. Terutama dalam menyikapi sebuah pandangan
hukum yang diucapkan oleh mereka yang dikenal sebagai orang-orang yang menjaga
diri dari pelanggaran agama secara terang-terangan. Disampaikan Ibnu Qayyim
dengan tegas dalam sebuah perkataannya, “sebuah kata kadang memiliki
konsekuensi hukum yang berbeda jika disebutkan oleh dua orang yang berbeda
pula. Salah seorang meniatkan kebaikan dan yang lain menginginkan keburukan.
Dalam menentukan status hukum kata tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan track
record sumber dan biografi orang yang menyebutkannya.”
Sebuah contoh yang sangat brilian diperlihatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah tatkala ia mengomentari sebuah perkataan yang diucapkan oleh mereka
yang berbeda pendapat dengannya. Ia berkata, “ungkapan ini masih bersifat
general (umum), orang yang lurus niatnya akan memahami dan membawanya ke arah
yang positif, sedang yang lain memahaminya dengan cara yang keliru.”
Sikap Ibnu Taimiyah tersebut menggambarkan objektivitas dan sportivitas
yang tinggi. Ia jauh dari pretense pribadi, dan tidak serta merta menghukumi
perkataan orang lain berdasarkan pemahaman dan penafsiran personalnya. Ini
hanya gambaran kecil dari kehidupan ulama yang mengikuti manhaj salaf.
Manhaj salaf shalih tidak menakwilkan salah perkataan orang lain, tidak
pula menafsirkan ucapan orang lain dan menghukuminya berdasarkan pemahaman
pribadi, apalagi merasa bergembira ketika melihat kaum Muslimin yang lain
terjatuh ke lembah kekeliruan dan dosa atau memiliki pola interaksi tak terpuji
dengan pihak luar. Al-Qala’i berkata, “kadang sebuah kata yang terucap terasa
kasar namun menyimpan segudang kecintaan. Kadang pula seseorang mengucapkannya
karena keterpaksaan, seperti budaya Arab jika mereka terusik oleh sebuah urusan
yang memicu munculnya emosi, mereka berkata, la aba laka (bapakmu
semoga lekas tiada), atau qaatalahullah(semoga ia cepat mati aja)
atau wailun ummuhu (celakalah ibunya) dan ungkapan lainnya.
Mereka tidak berniat mencaci atau memaki orang lain, namun kata tersebut sudah
menjadi kebiasaan mereka. Karena itu seseorang yang mendengarkan ucapan-ucapan
yang secarazhahir-nya kasar, hendaknya menengok siapa yang
mengucapkannya. Kalau sekiranya orang itu dikenal sebagai orang baik-baik, maka
tidak boleh dipahami secara negatif. Sebaliknya jika orangnya adalah orang
jahat maka ucapan manisnya pun kadang mengandung racun.”
Membesar-besarkan kesalahan orang lain merupakan salah satu bentuk
prasangka buruk. Demikian pula melancarkan tuduhan-tuduhan keji kepadanya tanpa
menganalisa sebab-sebab orang tersebut melakukan kesalahan. Seperti yang
diketahui, setiap ucapan yang kita dengar memiliki dua penafsiran, penafsiran
positif dan penafsiran negatif. Mendahulukan prasangka baik terhadap sesama,
tidak menerka-nerka niat dan maksud terselubung pelaku, serta menghukum orang
berdasarkan prilaku yang zhahir menjadi kewajiban kita sebagai seorang Muslim.
Abdul Razzaq dalam Mushannaf-nya menulis sebuah riwayat dari
Abdullah Ibnu ‘Utbah Ibnu Mas’uud ia berkata, saya mendengar Umar ibnu
Al-Khattab berkata, “kesalahan manusia di zaman Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam senantiasa dinilai dan dihukum dengan perantaraan
wahyu, dan sekarang wahyu telah berhenti, sehingga seseorang akan dinilai dan
dihukum berdasarkan perilaku yang tampak darinya. Jika ia berbuat baik maka
kita percaya kepadanya dan mendukung perilakunya, dan tidak ada hak bagi orang
lain untuk menebak-nebak niat dan maksudnya. Sebaliknya barangsiapa yang
memperlihatkan perilaku buruk maka kita tidak mempercayainya dan tidak pula
mendukungnya.”
Karena itu, sepatutnyalah setiap pribadi senantiasa melakukan muhasabah (introspeksi)
dan mawas diri terhadap setiap kata yang diucapkan atau setiap hukum yang
ditetapkan bagi orang lain. Ingatlah selalu firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala,
{وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ
وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا}
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.” (Al-Israa’: 36)
بارك الله لي و لكم في القرآن الكريم و نفعني و إياكم بما فيه من الآيات و
الذكر الحكيم و تقبل مني و منكم تلاوته إنه هو السميع العليم. أقول قولي هذا و
أستغفر الله لي و لكم و لسائر المسلمين و المسلمات من كل ذنب فاستغفروه إنه هو
الغفور الرحيم
Khutbah
Kedua
الحمد لله على إحسانه و الشكر له على توفيقه و امتنانه،
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه و أشهد أن محمدا عبده و
رسوله الداعي إلى رضوانه. اللهم فصل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و
أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد.
Jamaah
shalat Jum’at yang berbahagia …
Ada
beberapa faktor yang mendorong munculnya prasangka buruk dalam hati seseorang.
yang terpenting adalah lingkungan yang buruk dan tidak baik, termasuk
lingkungan rumah tangga, teman sejawat atau para penyembah hawa nafsu. Berapa
banyak orang yang dulunya berkarakter baik dan terpuji akan tetapi berubah
menjadi penjahat akibat pengaruh lingkungan keluarga dan pertemanan. Tidak
jarang kita dengarkan orang yang dulunya sangat taat menunaikan
kewajiban-kewajibannya namun akibat lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja
menjadikannya orang yang paling jauh dari syariat Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mewanti-wanti
kita dalam mencari teman dan sahabat, karena kualitas keberagamaan seseorang
akan dipengaruhi oleh kualitas keberagamaan sahabatnya.
Jika
prasangka buruk memiliki faktor pemicu, maka ia pun memiliki penawar dan obat
yang dapat menghilangkannya. Setidaknya ada dua hal yang perlu kita perhatikan:
Pertama, mendahulukan prasangka baik. Umar Ibnu Al-Khattab berkata, “jangan engkau
berprasangka buruk terhadap setiap kata yang diucapkan oleh saudaramu, selama
masih memungkinkan untuk memahaminya dengan positif.”
Kedua, mencari alasan-alasan positif bagi orang lain saat mereka melakukan
kekeliruan. Kecuali dalam hAl-hal yang telah jelas keharamannya. Tinggalkan
upaya mencari-cari kesalahan orang lain.
Kedua obat inilah yang diharapkan mampu mengobati penyakit prasangka buruk
jika telah bercokol dalam hati. Khatib berharap semoga kita senantiasa
mendapatkan bimbingan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga
kita tetap konsisten berjalan di atas jalannya sampai ajal menjemput kita.
Jamaah sekalian yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala….
فاعلموا أن الله أمركم بأمر بدأ فيه بنفسه و ثنى بملائكته المسبحة بقدسه و ثلث
بكم أيها المسلمون فقال عز من قائل إن الله و ملائكته يصلون على النبي يأيها الذين
آمنوا صلوا عليه و سلموا تسليما. اللهم صل و سلم على نبينا محمد و عل آله و صحابته
و من اهتدى بهديه و استن بسنته إلى يوم الدين. ثم اللهم ارض عن الخلفاء الراشدين
المهديين أبي بكر و عمر و عثمان و علي و على بقية الصحابة و التابعين و تابع
التابعين و علينا معهم برحمتك ي أرحم الرحمين.
اللهم إنا نسألك بكل اسم هو لك سميت به نفسك أو أنزلته في كتابك أو علمته
أحدا من خلقك أو استأثرته في علم الغيب عندك أن تجعل القرآن ربيع قلوبنا و نور
صدورنا و جلاء أحزاننا و ذهاب همومنا و غمومنا
اللهم اغفر للمسلمين و المسلمات و المؤمين و المؤمنات الأحياء منهم و الأموات.
اللهم أعز الإسلام و المسلمين و أهلك الكفرة و المشركين و دمر أعداءك أعداء
الدين
اللهم أصلح لنا ديننا الذي هو عصمة أمرنا، و أصلح لنا دنيانا التي فيها معاشنا
و أصلح لنا آخرتنا التي إليها معادنا و اجعل اللهم حياتنا زيادة لنا في كل خير و
اجعل الموت راحة لنا من كل شر
اللهم أعنا على ذكرك و شكرك و حسن عبادتك
اللهم إنا نسألك الهدى و التقى و العفاف و الغنى و حسن الخاتمة
اللهم اغفر لنا و اوالدينا و ارحمهم كما ربونا صغارا
ربنا هب لنا من أزواجنا و ذرياتنا قرة أعين و احعلنا للمتقين إماما
ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا و هب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب
ربنا آتنا في الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة و قنا عذاب النار
عباد الله إن الله يأمركم بالعدل و الإحسان و إيتاء ذى القربى و ينهى عن
الفحشاء و المنكر و البغي يعظكم لعلكم تذكرون فاذكروا الله العظيم يذكركم و اسألوه
من فضله يعطكم و لذكر الله أكبر و الله يعلم ما تصنعون.
O, Allah. Takkira GBI = Gereja Bethel Indonesia.
BalasHapus