Translate

Sabtu, 27 Februari 2021

DOSA

🌠💡💫 *ANDAI KITA MEMIKUL BERATNYA DOSA* 💭 


Aku terpaku ketika merenungi firman Allah dalam :

surat As Syarh: 2-3: ووضعنا عنك وزرك. الذي أنقض ظهرك 🍃 

"Kami telah mengampuni dosa-dosamu. Yang telah memberatkan punggungmu". 

 ☄ Subhanallah, andai kita menghayati dan meresapi ayat ini dengan hati dan pikiran jernih, niscaya kita akan menyadari betapa kerasnya hati ini, dan betapa lalainya diri ini! 

 🍂Bayangkan, jika Nabi saja yang sangat sedikit dosanya bahkan telah mendapat jaminan ampunan dari Allah, namun Allah tetap mensifati bahwa dosa-dosa tersebut telah memberatkan punggung Nabi. 

 ☄ Lantas, bagaimana dengan diri kita yang berlumur dengan dosa dan maksiat siang dan malam hari?! 

 🍂 Namun anehnya, kita tidak pernah merasa terbebani oleh dosa-dosa kita. Bahkan kita selalu menghayal sebagai penduduk surga!! 

 ☄ Bukankah ini adalah kelalain kita, kerasnya hati kita dan tertipunya kita dangan gemerlapnya dunia?! 

 ✨ Ya Allah. Hanya kepadaMu aku bersimpuh tuk memohon ampunanMu. 

 ✒ Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi حفظه الله تعالى





Kamis, 18 Februari 2021

AQIDAH

MULIA DENGAN SUNNAH 📖🖋 📚

 PERNYATAAN IMAM SYAFI'I DALAM MASALAH AQIDAH

❅ https://t.me/MuliaDenganSunnah 


Mengenal aqidah seorang imam besar Ahlu Sunnah merupakan perkara penting. Khususnya, bila sang imam tersebut memiliki pengikut dan madzhab yang mendunia. Karenanya, mengenal pernyataan Imam Syafi'i yang madzhabnya menjadi madzhab banyak kaum muslimin di negeri ini, menjadi lebih penting dan mendesak, agar kita semua dapat melihat secara nyata aqidah Imam asy-Syafi'i, dan dapat dijadikan pelajaran bagi kaum muslimin di Indonesia. Untuk itu, kami sampaikan disini beberapa pernyataan beliau seputar permasalahan aqidah, yang diambil dari kitab Manhaj Imam asy-Syafi'i fi Itsbat al-Aqidah, karya Dr. Muhammad bin Abdil-Wahab al-'Aqîl. _*PERNYATAAN IMAM SYAFI'I DALAM MASALAH KUBUR*_ 1⃣ Hukum Meratakan Kuburan. وَ أُحِبُّ أَنْ لاَ يُزَادُ فِيْ القَبْرِ مِنْ غَيْرِهِ وَلَيْسَ بأَنْ يَكُوْنَ فِيْهِ تُرَابٌ مِنْ غَيْرِهِ بَأْسٌ إِذَا زِيْدَ فِيْهِ تُرَابٌ مِنْ غَيْرِهِ ارْتَفَعَ جِدًّا وَ إِنَّمَا أُحِبُّ أَنْ يُشَخِّصَ عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ شِبْرًا أَوْ نَحْوِهِ "Saya suka kalau tanah kuburan itu tidak ditinggikan dari selainnya dan tidak mengambil padanya dari tanah yang lain. Tidak boleh, apabila ditambah tanah dari lainnya menjadi tinggi sekali, dan tidak mengapa jika ditambah sedikit saja sekitar satu jengkal. Saya hanya menyukai ditinggikan (kuburan) di atas tanah satu jengkal atau sekitar itu" [1]. (1/257) 2⃣ Hukum Membangun Kuburan Dan Menemboknya. وَ أُحِبُّ أَنْ لاَ يُبْنَى وَلاَ يُجَصَّصُ فَإِنَّ ذَلِكَ يُشْبِهُ الزِّيْنَةَ وَ الْخُيَلاَءَ وَ لِيْسَ الْمَوْتُ مَوْضِعَ وَاحِدٍ مِنْهَا زَلَمْ أَرَ قُبُوْرَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَ الأَنْصَارِ مُجَصَّصةً قَالَ الرَّاوِيُ عَنْ طَاوُسٍ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُبْنَى أَوْ تُجَصَّصُ وَقَدْ رَأَيْتُ مِنَ الْوُلاَةِ مَنْ يَهْدِمُ بِمَكَّةَ مَا يُبْنَى فِيْهَا فَلَمْ أَرَ الْفُقَهَاءَ يُعِيْبُوْنَ ذَلِكَ "Saya suka bila (kuburan) tidak dibangun dan ditembok, karena itu menyerupai penghiasan dan kesombongan, dan kematian bukan tempat bagi salah satu dari keduanya. Dan saya tidak melihat kuburan para sahabat Muhajirin dan Anshar ditembok". "Seorang perawi menyatakan dari Thawus, bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah melarang kuburan dibangun atau ditembok". Saya sendiri melihat sebagian penguasa di Makkah menghancurkan semua bangunan di atasnya (kuburan), dan saya tidak melihat para ahli fikih mencela hal tersebut [2]. (1/258) 3⃣ Hukum Membangun Masjid Di Atas Kuburan. وَ أَكْرَهُ أَنْ يُبْنَى عَلَى الْقَبْرِ مَسْجِدٌ وَ أَنْ يُسَوَى أَوْ يُصَلَّى عَلَيْهِ وَ هُوَ غَيْرُ مُسَوَى أَوْ يُصَلََّى إِلَيْهِ وَ إِنْ صَلَّى إِلَيْهِ أَجْزَأَهُ وَ قَدْ أَسَاءَ "Saya melarang dibangun masjid di atas kuburan dan disejajarkan atau dipergunakan untuk shalat di atasnya dalam keadaan tidak rata atau shalat menghadap kuburan. Apabila ia shalat menghadap kuburan, maka masih sah namun telah berbuat dosa"[3]. (1/261). _*PERNYATAAN IMAM SYAFI'I DALAM MASALAH FITNAH KUBUR DAN KENIKMATANNYA*_ وَ أَنَّ عَذَابَ القّبْرِ حَقٌّ وَ مُسَاءَلَةَ أَهْلِ ال} قُبُوْرِ حَقٌّ Sesungguhnya Adzab kubur itu benar dan pertanyaan malaikat terhadap ahli kubur adalah benar [4]. (2/420) _*PERNYATAAN IMAM SYAFI'I DALAM MASALAH KEBANGKITAN, HISAB, SYURGA DAN NERAKA*_ وَ البَعْثُ حَقٌّ وَ الْحِسَابُ حَقٌّ وَ الْجَنَّةُ وَ النَّارُ وَغَيْرُ ذَلِكَ مَا جَاءَتْ بِهِ السُّنَنُ فَظَهَرَتْ عَلَى أَلْسِنَىِ الْعُلَمَاءِ وَ أَتْبَاعِهِمْ مِنْ بِلاَدِ الْمُسلِمِيْنَ حَقٌّ Hari kebangkitan adalah benar, hisab adalah benar, syurga dan neraka serta selainnya yang sudah dijelaskan dalam sunnah-sunnah (hadits-hadits), lalu ada pada lisan-lisan para ulama dan pengikut mereka di negara-negara muslimin adalah benar Sumber : http://almanhaj.or.id/ 📡 Raih amal shalih dengan menyebarkan kiriman ini , _*Semoga bermanfaat*_

Nasihat Tabi'in

Sebagian nasihat dan mutiara hikmah *Hasan al Bashri rahimahullah* Untaian perkataan dari tabi'in (murid sahabat Nabi) berikut ini semoga menjadikan kita tetap semangat dan Istiqomah di atas Dienul Islam, terlebih di tengah ujian yang terus menerpa kita, mari kita charge iman kita dengan merenungi nasihat-nasihat beliau berikut ini: ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Benar-benar ada dahulu seorang lelaki yang memilih waktu tertentu untuk menyendiri, menunaikan sholat dan menasehati keluarganya pada waktu itu, lalu dia berpesan: Jika ada orang yang mencariku, katakanlah kepadanya bahwa ‘dia sedang ada keperluan’.” (lihat al-Ikhlās wa al-Niyyah, hal.65) ✓al-Hasan rahimahullāh mengatakan, “Kalau bukan karena keberadaan para ulama niscaya keadaan umat manusia tidak ada bedanya dengan binatang.” (lihat Mukhtashar Minhāj al-Qāshidīn, hal. 15) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh mengatakan, “Demi Allah! Tidaklah tegak urusan agama ini kecuali dengan adanya pemerintah, walaupun mereka berbuat aniaya dan bertindak zalim. Demi Allah! Apa-apa yang Allah perbaiki dengan keberadaan mereka jauh lebih banyak daripada apa-apa yang mereka rusak.” (lihat Da’ā’im Minhāj Nubuwwah, hal. 279) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Sungguh, apabila aku dijatuhkan dari langit ke permukaan bumi ini lebih aku sukai daripada mengatakan: Segala urusan berada di tanganku!” (lihat Aqwāl Tābi’in fi Masā’il al-Tauhīd wa al-Īmān [1/134]) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Barangsiapa mendustakan takdir sesungguhnya dia telah mendustakan al-Qur’an.” (lihat Aqwāl Tābi’in fi Masā’il al-Tauhīd wa al-Īmān [1/138]) ✓Dikatakan kepada al-Hasan, “Wahai Abu Sa’id, apa yang harus kami lakukan? Kami berteman dengan orang-orang yang selalu menakut-nakuti kami sampai-sampai hati kami terbang melayang.” Maka beliau menjawab, “Demi Allah, sesungguhnya jika kamu bergaul dengan orang-orang yang selalu menakut-nakuti kamu sampai akhirnya kamu benar-benar merasakan keamanan; lebih baik daripada berteman dengan orang-orang yang selalu membuatmu merasa aman sampai akhirnya justru menyeretmu ke dalam keadaan yang menakutkan.” (lihat Aina Nahnu min Hā’ulā’i, hal. 16) ✓Ada yang berkata kepada al-Hasan, “Sebagian orang mengatakan: Barangsiapa mengucapkan lā ilāha illallāh maka dia pasti masuk surga.”? Maka al-Hasan menjawab, “Barangsiapa yang mengucapkan lā ilāha illallāh kemudian dia menunaikan konsekuensi dan kewajiban darinya maka dia pasti masuk surga.” (lihat Kitāb al-Tauhīd; Risālah Kalimāt al-Ikhlās wa Tahqīq Ma’nāhā oleh Imam Ibnu Rajab rahimahullāh, hal. 40) ✓al-Hasan rahimahullāh mengatakan, “Salah satu tanda bahwa Allah mulai berpaling dari seorang hamba adalah tatkala dijadikan dia tersibukkan dalam hal-hal yang tidak penting bagi dirinya.” (lihat al-Risalah al-Mugniyyah, hal. 62). ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Sesungguhnya bisa jadi ada seorang yang senantiasa berjihad walaupun tidak pernah menyabetkan pedang -di medan perang- suatu hari pun.” (lihat Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azhīm [6/264] cet. Dār Thaibah) ✓al-Hasan rahimahullāh menangis sejadi-jadinya, maka ditanyakan kepadanya, “Wahai Abu Sa’id, apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena takut kalau Allah melemparkan aku ke dalam neraka dan tidak memperdulikan nasibku lagi.” (lihat Aina Nahnu min Hā’ulā’i, hal. 75) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Wahai anak Adam. Sesungguhnya engkau adalah kumpulan perjalanan hari. Setiap hari berlalu maka hilanglah sebagian dari dirimu.” (lihat Ma’ālim fi Tharīq Thalab al-‘Ilmi, hal. 35) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Sesungguhnya orang yang fāqih itu adalah orang yang zuhud kepada dunia dan sangat memburu akhirat. Orang yang paham tentang agamanya dan senantiasa beribadah kepada Rabbnya. Orang yang berhati-hati sehingga menahan diri dari menodai kehormatan dan harga diri kaum muslimin. Orang yang menjaga kehormatan dirinya dari meminta harta mereka dan senantiasa mengharapkan kebaikan bagi mereka.” (lihat Mukhtashar Minhāj al-Qāshidīn, hal. 28) ✓al-Hasan rahimahullāh mengatakan, “Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang menjauhi perkara-perkara yang diharamkan Allah kepada mereka dan menunaikan kewajiban yang diperintahkan kepada mereka.” (lihat Jāmi’ al-‘Ulūm wa al-Hikam, hal. 211) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Bukanlah iman itu dicapai semata-mata dengan menghiasi penampilan atau berangan-angan, akan tetapi iman adalah apa yang tertanam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.” (lihat Aqwāl at-Tābi’īn fi Masā’il al-Tauhīd wa al-Īmān, hal. 1124) ✓al-Hasan rahimahullāh menafsirkan makna firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Wahai Rabb kami berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.” Beliau mengatakan, “Kebaikan di dunia adalah ilmu dan ibadah. Adapun kebaikan di akhirat adalah surga.” (lihat Akhlāq al-‘Ulamā’, hal. 40) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “al-Qur’an itu diturunkan untuk diamalkan, akan tetapi orang-orang justru membatasi amalan hanya dengan membacanya.” (lihat al-Muntaqā al-Nafis min Talbīs Iblīs, hal. 116) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Sesungguhnya orang yang benar-benar faqih/paham agama adalah yang senantiasa merasa takut kepada Allah ‘azza wa jalla.” (lihat al-Muntaqā al-Nafis min Talbīs Iblīs, hal. 136) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Tidaklah memahami agamanya orang yang tidak pandai menjaga lisannya.” (lihat Aina Nahnu min Hā’ulā’i [2/84]) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Sesungguhnya orang beriman bersangka baik kepada Rabbnya sehingga dia pun membaguskan amal, adapun orang munafik bersangka buruk kepada Rabbnya sehingga dia pun memperburuk amal.” (lihat Aqwāl al-Tābi’īn fi Masā’il al-Tauhīd wa al-Īmān, hal. 1157) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh menjelaskan tentang sifat orang-orang beriman yang disebutkan dalam firman Allah [QS. Al-Mu’minun: 60] yang memberikan apa yang bisa mereka berikan dalam keadaan hatinya merasa takut. Al-Hasan berkata, “Artinya, mereka melakukan segala bentuk amal kebajikan sementara mereka khawatir apabila hal itu belum bisa menyelamatkan diri mereka dari azab Rabb mereka ‘azza wa jalla.” (lihat Aqwāl al-Tābi’īn fi Masā’il al-Tauhīd wa al-Īmān, hal. 1160) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Sebagian orang enggan untuk mudāwamah [konsisten dalam beramal] . Demi Allah, bukanlah seorang mukmin orang yang hanya beramal selama sebulan atau dua bulan, setahun atau dua tahun. Tidak, demi Allah! Allah tidak menjadikan batas akhir beramal bagi seorang mukmin kecuali kematian.” (lihat Aqwāl al-Tābi’īn fi Masā’il al-Tauhīd wa al-Īmān, hal. 1160) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Iman yang sejati adalah keimanan orang yang merasa takut kepada Allah ‘azza wa jalla walaupun dia tidak melihat-Nya. Dia berharap terhadap kebaikan yang ditawarkan oleh Allah. Dan meninggalkan segala yang membuat murka Allah.” (lihat Aqwāl al-Tābi’īn fi Masā’il al-Tauhīd wa al-Īmān, hal. 1161) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh mengatakan, “Iman adalah ucapan. Dan tidak ada ucapan kecuali harus disertai dengan amalan. Tidak ada ucapan dan amalan kecuali harus dilandasi dengan niat. Tidak ada ucapan, amalan dan niat kecuali harus dilandasi dengan al-Sunnah.” Aqwāl al-Tābi’īn fi Masā’il al-Tauhīd wa al-Īmān, hal. 1153) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Barangsiapa yang tidak khawatir tertimpa kemunafikan maka dia adalah orang munafik.” (lihat Aqwāl al-Tābi’īn fi Masā’il al-Tauhīd wa al-Īmān, hal. 1218) ✓Hasan al-Bashri rahimahullāh berkata, “Seorang mukmin memadukan antara berbuat ihsan/kebaikan dengan merasa takut. Adapun orang kafir memadukan antara berbuat jelek/dosa dan merasa aman.”.” (lihat Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azhīm [5/350] cet. Maktabah al-Taufiqiyah).

Senin, 15 Februari 2021

Kitabul Jami'

BAB 1 ADAB


Hadis 1 – Hak Sesama Muslim


Oleh: Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA


MUQADIMAH


Pembaca yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Kitābul Jāmi’ adalah bagian dari kitab Bulūghul Marām min Adillatil Ahkām yang ditulis oleh Al-Hāfizh Ibnu Hajar rahimahullāh. Beliau  rahimahullāh meletakkan kitab ini di bagian akhir dari Buluughul Maraam min Adillatil Ahkaam.


Sebagaimana kita ketahui bahwa Kitab Bulūghul Marām min Adillatil Ahkām adalah kitab yang mengumpulkan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang fiqih, mulai dari Bab Thaharah, Bab Shalat, Bab Haji, Bab Zakat, Bab Jihad, dan seterusnya.


Namun, yang menakjubkan dari Al-Haafizh Ibnu Hajar adalah, beliau meletakkan Kitābul Jāmi’ di ujung Kitab Bulūghul Marām. Padahal, Kitābul Jāmi’ ini tidak ada hubungannya dengan masalah fiqih, tetapi lebih cenderung berhubungan dengan masalah adab dan akhlak, yaitu tentang akhlak yang baik yang harus dibiasakan, tentang akhlak yang buruk yang harus dijauhi, serta tentang dzikir dan do’a.


Wallaahu a’lam, seakan-akan Al-Haafizh Ibnu Hajar ingin mengingatkan kepada segenap pembaca kitab Bulughul Maram, bahwasanya jika seorang telah menguasai bab-bab ilmu, telah menguasai masalah-masalah fiqih, maka hendaknya dia beradab dan memiliki akhlak yang mulia. Karena bisa jadi ilmu yang luas dapat menjadikan pemiliknya terjerumus dalam kesombongan dan merendahkan orang lain. Sebagaimana harta yang banyak juga bisa menjerumuskan dalam kesombongan. Sebagaimana pula nasab yang tinggi, rumah yang mewah, postur tubuh yang sempurna, paras yang tampan dan cantik,  bisa menjerumuskan  pemiliknya ke dalam kesombongan.


Maka demikian pula ilmu yang banyak –jika tidak disertai dengan keikhlasan dalam menuntutnya dan mengamalkannya- juga berpotensi besar menjerumuskan seseorang dalam keangkuhan dan kesombongan. Bahkan tidak jarang kita jumpai sebagian penuntut ilmu pemula yang masih cetek ilmunya sudah mulai tumbuh bibit keangkuhan dan kesombongan yang ditunjukkan dalam ungkapan-ungkapan lisannya atau tulisan-tulisannya. Ilmu yang seharusnya menjadikan seseorang beradab dan berakhlak bisa menjadi senjata makan tuan yang menambahkan kesombongan apabila tidak dibarengi dengan niat yang benar dan tujuan yang tulus dalam menuntutnya.


Karenanya, di akhir kitab hadits-hadits fikih Bulūghul Marām yang disusunnya, Al-Haafizh Ibnu Hajar meletakkan sebuah kitab tentang adab dan akhlak yang beliau namai Kitābul Jāmi’.


Al-jaami’ dalam bahasa Arab artinya “yang mengumpulkan” atau “yang mencakup”. Dikatakan Kitābul Jāmi’ karena kitab ini mencakup 6 bab yang berkaitan dengan akhlak, yaitu sebagai berikut.


   Bab Pertama – Baabul Adab.


   Bab Kedua – Baabul Birr wash Shilah, yaitu bab tentang bagaimana berbuat baik dan bagaimana bersilaturahim.


   Bab Ketiga – Baabul Zuhud wal Wara’, tentang zuhud dan sifat wara’.


   Bab Keempat – Baabut Tarhiib min Masaawil Akhlaaq, bab tentang yang memperingatkan tentang akhlaq-akhlaq yang buruk.


   Bab Kelima – Baabut Targhib min Makaarimul Akhlaaq, yaitu bab tentang motivasi untuk memiliki akhlak yang mulia.


   Bab Keenam – Baabudz Dzikir wad Du’ā, yaitu bab tentang dzikir dan do’a.


Pada bab ini, Insya Allah akan dibahas bab pertama dari enam bab di atas, yaitu Baabul Adab (bab tentang adab).  Bab ini mencakup hadits-hadits yang menjelaskan tentang adab-adab di dalam Islam yang seorang muslim hendaknya berhias dengan akhlak (perangai-perangai) yang mulia tersebut.


Hadits 1 – Hak Sesama Muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قال رَسُولُ اَللهِ صلى الله عليه وسلم : حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ. قِيْلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ، وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ


Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, Rasūlullāh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak seorang muslim terhadap sesama muslim itu ada enam:  (1) Jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, (2) Jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya, (3) Jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat, (4) Jika ia bersin dan mengucapkan ‘Alhamdulillah’ maka do‘akanlah ia dengan mengucapkan ‘Yarhamukallah’, (5) Jika ia sakit maka jenguklah dan (6) Jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya)


Pembaca yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Disebutkan di dalam hadis ini bahwa Rasūlullāh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak muslim terhadap muslim yang lain“.


Ungkapan ini bersifat umum, mencakup setiap individu muslim, baik muslim yang baik keislamannya, maupun muslim yang kurang baik dalam berislam. Baik muslim yang senantiasa menjauhi dosa-dosa maupun muslim yang banyak terjatuh pada dosa-dosa meskipun dosa besar, selama dosa besar tersebut bukan kekufuran yang mengeluarkannya dari Islam. Asal ia masih seorang muslim, maka ia berhak mendapatkan haknya sebagai seorang muslim. Inilah hukum asalnya.


Akan tetapi hak yang merupakan hukum asal tersebut dapat gugur (dapat tidak dipenuhi) jika ada penghalang. Misalnya seorang muslim mengundang muslim lainnya untuk menghadiri acara walimah pernikahannya. Namun, karena di dalam acara walimah tersebut banyak ditemui hal-hal yang berbau maksiat, maka muslim yang diundang tersebut tidak memenuhi undangan itu. Hukum asal mendatangi undangan yang semula wajib sebagai pemenuhan hak terhadap sesama muslim menjadi gugur karena adanya kemaksiatan dalam acara yang dilaksanakan.  Dengan demikian, tidak lagi wajib untuk memenuhi undangan–sebagaimana akan datang penjelasannya-.


Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam“. Bilangan enam yang disebutkan di sini bukan merupakan suatu pembatasan. Artinya, bilangan enam di sini disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bukan untuk menafikan adanya hak-hak yang lain. Dengan kata lain, bukan berarti tidak ada hak-hak lain antara sesama muslim selain enam yang akan disebutkan.


Di kalangan ahlul ‘ilmi (ulama) dikenal istilah al-‘adad laysa lahu mafhuum. Maknanya, bilangan tidak ada mafhum mukhalafah-nya. Jadi, penyebutan bilangan enam dalam hadits  ini hanya sekedar menunjukkan perhatian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap enam perkara tersebut dan bukan berarti tidak ada hak-hak yang lainnya.


Adapun yang dimaksud hak di sini adalah perkara yang laa yanbaghi tarkuhu, artinya, yang semestinya tidak ditinggalkan. Bisa jadi hak yang dimaksud adalah perkara yang wajib, bisa jadi  pula perkara mustahab yang sangat ditekankan sehingga mirip dengan perkara-perkara wajib yang ditekankan oleh syari’at (lihat Subulus Salaam 2/611).


Hak yang pertama, sabda Nabi


إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ


jika engkau bertemu seorang muslim maka berilah salam kepadanya.


Memberi salam merupakan salah satu di antara amalan yang sangat mulia.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ


“Kalian tidak akan masuk surga kecuali kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang suatu perkara jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai?  Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)


Oleh karenanya, di antara afdhalul ‘amal (amalan yang paling mulia) menurut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu memberi makan kepada fakir miskin, kemudian memberi salam kepada orang yang kita kenal dan orang yang tidak kita kenal.


Dari Abdullah bin ‘Amr :


أَنَّ رَجُلا سَأَلَ النَّبِىَّ (صلى الله عليه وسلم) أَىُّ الإسْلامِ خَيْرٌ؟ قَالَ: تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلامَ عَلَى مَنْ عرَفْتَ، وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ


Ada seseorang bertanya kepada Nabi “Islam manakah yang terbaik?”. Nabi berkata, “Memberi makan, dan engkau mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal” (HR Al-Bukhari No. 6236)


Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa di antara tanda-tanda hari kiamat adalah apabila seseorang hanya memberi salam kepada orang yang dikenalnya saja.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


أَنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ تَسْلِيمَ الْخَاصَّةِ


“Sesungguhnya sebelum hari kiamat ada pemberian salam kepada orang yang khusus (yang dikenal saja).” (HR. Ahmad no. 3.870 dan dishahikan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 647)


Salam merupakan amalan yang indah karena di dalamnya terdapat doa keselamatan kepada sesama muslim. Dengan membiasakan menyebarkan salam, maka akan timbul cinta di antara kaum muslimin. Dengan demikian, ukhuwah Islamiyah semakin kuat.


Setiap muslim berhak untuk mendapatkan ucapan salam meskipun muslim tersebut merupakan ahli maksiat, sebagaimana telah disinggung di depan. Bisa jadi, salam yang kita ucapkan dengan tulus ikhlas kepada muslim yang bermaksiat dapat membuka hatinya untuk segera berbuat kebaikan dan meninggalkan maksiat yang ia lakukan.


Bayangkan jika seorang yang shalih di zaman kita ini melewati seorang muslim yang ahli maksiat, kemudian ia bermuka masam, berpaling, dan enggan mengucapkan salam. Bisa jadi si pelaku maksiat tersebut akan semakin jengkel dengan orang-orang shalih dan semakin membuatnya tidak tertarik untuk bersegera meninggalkan kemaksiatan dan melaksanakan kebaikan.


Perhatikan kisah menakjubkan yang disebutkan dalam hadits yang bersumber dari Abdullāh bin Salaam  berikut. Beliau  adalah salah seorang Yahudi yang masuk Islam kemudian menjadi sahabat. Beliau berkata,


لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ جِئْتُ فَلَمَّا تَبَيَّنْتُ وَجْهَهُ عَرَفْتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ. فَكَانَ أَوَّلُ مَا قَالَ: «أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصِلُوا الْأَرْحَامَ وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلام»


“Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, akupun datang (melihatnya). Tatkala aku memperhatikan wajah beliau maka aku tahu bahwasanya wajah beliau bukanlah wajah seorang pendusta. Maka pertama yang beliau ucapkan, “Wahai manusia (wahai masyarakat), tebarkanlah salam, berilah makanan, sambunglah silaturahim, dan sholat malamlah tatkala orang-orang sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan penuh keselamatan.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan Al-Hakim, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 569)


Oleh karenanya, menyebarkan salam bukanlah perkara yang sepele, bahkan merupakan perkara yang sangat diperhatikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sejak di awal dakwah beliau di kota Madinah.


Al-Imam Malik meriwayatkan :


أَنَّ الطُّفَيْلَ بْنَ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، أَخْبَرَهُ أَنَّهُ كَانَ يَأْتِي عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ فَيَغْدُو مَعَهُ إِلَى السُّوقِ، قَالَ: فَإِذَا غَدَوْنَا إِلَى السُّوقِ، لَمْ يَمُرَّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَلَى سَقَاطٍ، وَلَا صَاحِبِ بِيعَةٍ، وَلَا مِسْكِينٍ، وَلَا أَحَد إِلَّا سَلَّمَ عَلَيْهِ، قَالَ الطُّفَيْلُ: فَجِئْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَوْمًا فَاسْتَتْبَعَنِي إِلَى السُّوقِ، فَقُلْتُ لَهُ: وَمَا تَصْنَعُ فِي السُّوقِ؟ وَأَنْتَ لَا تَقِفُ عَلَى الْبَيِّعِ، وَلَا تَسْأَلُ عَنِ السِّلَعِ، وَلَا تَسُومُ بِهَا، وَلَا تَجْلِسُ فِي مَجَالِسِ السُّوقِ؟ قَالَ: وَأَقُولُ اجْلِسْ بِنَا هَاهُنَا نَتَحَدَّثُ، قَالَ فَقَالَ لِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ: «يَا أَبَا بَطْنٍ – وَكَانَ الطُّفَيْلُ ذَا بَطْنٍ – إِنَّمَا نَغْدُو مِنْ أَجْلِ السَّلَامِ، نُسَلِّمُ عَلَى مَنْ لَقِيَنَا»


Bahwasanya At-Thufail bin Ubayy bin Ka’ab mendatangi Abdullah bin Umar, lalu ia pergi bersama beliau ke pasar. At-Thufail berkata : Maka ketika kami berangkat ke pasar maka tidaklah Abdullah bin Umar melewati seorangpun yang menjual barang-barang yang jelek atau penjual apapun atau seorang miskin atau siapapun juga kecuali beliau memberi salam kepadanya.


At-Thufail berkata : Akupun mendatangi beliau pada suatu hari lalu beliau memintaku untuk mengikuti beliau ke pasar. Lalu aku berkata kepadanya, “Apa yang hendak engkau lakukan di pasar?, sementara engkau tidaklah berhenti di penjual, engkau tidak bertanya tentang harga barang, engkaupun tidak menawar harga barangnya, dan engkaupun tidak duduk di tempat-tempat duduk yang ada di pasar? Kita duduk aja di sini berbincang-bincang”. Maka Ibnu Umar berkata kepadaku, “Wahai Abu Bathn (panggilannya At-Thufail), kita hanyalah ke pasar karena (menyebarkan) salam, kita memberi salam kepada siapa saja yang kita temui” (Al-Muwattho’ 2/961)


Selanjutnya hak yang kedua dari 6 hak seorang muslim terhadap muslim lainnya.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ


“Jika dia mengundangmu maka penuhilah undangannya.”


Sebagian ulama berpendapat bahwa undangan yang disebutkan dalam hadits ini bersifat umum, mencakup segala undangan, baik undangan makan maupun undangan ke rumahnya (sebagaimana pendapat sebagian ulama Syafi’iyah dan ulama Dzohiriyah).


Namun jumhur ulama (mayoritas ulama) mengatakan yang wajib dipenuhi hanyalah undangan walimah pernikahan. Adapun memenuhi undangan-undangan yang lain maka hukumnya mustahab dan tidak sampai kepada hukum wajib.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الوَلِيمَةِ، يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الفُقَرَاءُ، وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ


“Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah (acara pernikahan), yang hanya diundang orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak memenuhi undangan walimah (pernikahan), maka dia telah bermaksiat kepada Allāh dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam..” (HR. Al-Bukhari no. 5.177 dan Muslim no. 1.432)


Hadis di atas menunjukkan bahwa memenuhi undangan walimah pernikahan hukumnya adalah wajib. Hanya saja, para ulama mengatakan jika ternyata ada udzur atau ada kemungkaran dalam walimah tersebut, maka seorang muslim tidak diwajibkan untuk hadir.


Kemungkaran yang dimaksud misalnya dalam walimah tersebut ada ikhtilath (campur-baur antara laki-laki dengan wanita), sementara kita tahu, kebiasaan para wanita di tempat kita jika menghadiri acara walimah, mereka berhias dengan seindah-indahnya dan bersolek dengan secantik-cantiknya. Belum lagi banyak di antara para wanita tersebut yang tidak memakai jilbab, terbuka auratnya, dan lain-lain. Maka dalam kondisi seperti ini, seseorang tidak lagi wajib untuk menghadiri undangan walimah.


Jika kita tahu acara walimah akan  seperti itu, maka kita bisa memilih untuk datang sebelum atau setelah acara walimah guna menyenangkan hati saudara kita yang mengundang.


Apabila kemungkaran dalam walimah tersebut berupa adanya khamr, bir, wine, dan sejenisnya,  maka acara walimah yang seperti itu tidak boleh dihadiri. Atau kita boleh menghadirinya dengan syarat mampu untuk mengingkari kemungkaran tersebut.


Contoh kemungkaran lain yang sering muncul dalam acara walimah misalnya pertunjukan dangdut atau sejenisnya. Di acara walimah, penyanyi dangdut yang diundang seringkali berjoget-joget sampai menampakkan aurat dan keindahan lekuk tubuhnya.Maka, model walimah seperti ini juga tidak wajib dihadiri.


Model walimah lain yang tidak wajib dihadiri adalah walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja, tidak mengundang orang-orang miskin  dan para tetangga di sekitarnya.Model walimah seperti ini termasuk syarruth tho’am (makanan yang terburuk) artinya makanan tersebut tidak ada berkahnya sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga kita tidak wajib menghadirinya.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ


“Seburuk-buruk makanan adalah makanan acara walimah dimana hanya diundang orang-orang kaya, adapun orang-orang miskin ditinggalkan.” (HR. Al-Bukhari no. 5.177 dan Muslim no. 1.432)


Karena walimah yang seperti ini biasanya dibumbui dengan keinginan bermegah-megahan dalam mengadakan acara, sehingga yang diundang hanyalah orang-orang kaya. Padahal yang lebih membutuhkan makanan, apalagi makanan yang lezat adalah orang-orang miskin. Sebagian orang miskin mungkin hanya bisa makan daging kambing setahun sekali, itupun kalau dapat jatah pembagian daging kurban. Adapun orang-orang kaya maka setiap hari mereka memakan makanan yang lezat seperti makanan walimah tersebut atau bahkan lebih enak dari makanan walimah tersebut.


Sebagian para ulama juga menyebutkan bahwa tidak wajib bagi kita untuk menghadiri walimah yang apabila untuk sampai ke acara  walimah tersebut diperlukan safar.  Meskipun demikian, yang perlu diingat  adalah, jika yang mengundang acara walimah tersebut adalah kerabat dekat kita, seperti kakak, adik, paman, sepupu, dan semisalnya, maka sebaiknya kita berusaha menghadirinya. Meskipun dari sisi walimahnya kita tidak wajib hadir, tetapi dari sisi kekeluargaan hal itu dapat menghindarkan kita dari perselisihan keluarga yang dapat berakibat terputusnya silaturahim. Oleh karenanya, kita melihat acara walimah dari sisi walimahnya dan juga dari sisi kerabat. Kalau kerabat maka kita berusaha menghadiri meskipun harus bersafar.


Yang ketiga, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَإِذَا اسْتَنْصَحَك فَانْصَحْه


“Jika dia minta nasihat kepadamu, maka nashihatilah dia.”


Seseorang disunnahkan untuk menasihati saudaranya. Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhumaa berkata,


بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ


“Saya membai’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjanji untuk menegakkan sholat, membayar zakat, dan memberi nasihat bagi setiap muslim.” (HR. Al-Bukhari no. 57 dan Muslim no. 56)


Para ulama menyebutkan bahwa hukum menasihati seorang muslim apabila tanpa diminta adalah sunah. Tetapi jika seorang muslim datang meminta nasihat kepada kita, maka wajib hukumnya bagi kita untuk menasihatiya. Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَإِذَا اسْتَنْصَحَك فَانْصَحْه


“Jika dia minta nasihat kepadamu, maka nashihatilah dia.”


Terkadang seorang muslim yang sedang ditimpa suatu permasalahan datang kepada kita untuk minta nasihat. Maka kalau kita mampu untuk menasihati, hendaknya kita nasihati. Jangan kita pelit dengan nasihat! Kalau kita mampu menasihati dan mampu memberikan pengarahan, berikan arahan berdasarkan pengalaman kita, juga berdasarkan dalil-dalil yang sesuai.


An-Nawawi rahimahullah berkata :


وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَمَعْنَاهُ طَلَبَ مِنْكَ النَّصِيحَةَ فَعَلَيْكَ أَنْ تَنْصَحَهُ وَلَا تُدَاهِنَهُ وَلَا تَغُشَّهُ وَلَا تُمْسِكَ عَنْ بيان النصيحة


“Dan jika ia meminta nasihat kepadamu maka wajib atasmu untuk menasihatinya dan janganlah engkau berbasa-basi, jangan engkau menipu/memperdayai nya, dan janganlah engkau menahan penjelasan nasihat” (Al-Minhaaj Syarah Shahih Muslim 14/143)


Misalnya, seseorang datang pada kita dengan mengatakan, “Akhi, ada orang ingin melamar putri saya, bagaimana menurut antum? Antum kan mengenal orang tersebut.”


Sebagai orang yang mengenal pribadi orang yang ditanyakan, maka kita berusaha menjelaskan bagaimana kebaikan orang tersebut, bagaimana kekurangannya, bagaimana penilaian kita,  dan sebagainya, seakan-akan yang akan dilamar adalah putri kita sendiri.


Ini namanya benar-benar seorang naashih, seorang pemberi nasihat bagi saudara kita. Karena nasihat itu berarti kita ingin memberikan kebaikan atau yang terbaik bagi pihak yang diberi nasehat.


Yang keempat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ


“Jika dia bersin, kemudian dia mengucapkan “alhamdulillah” maka jawablah dengan “yarhamukallah.”“


Pembahasan secara detail tentang permasalahan ini akan datang pada hadits-hadits berikutnya.


Yang kelima, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَإِذاَ مَرِضَ فَعُدْهُ


“Jika dia sakit maka jenguklah dia.”


Ini adalah sunnah yang harus kita kerjakan dan hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, jika salah seorang muslim sakit, tidak semua muslim lainnya harus menjenguk. Akan tetapi jika sebagian muslim sudah menjenguknya, itu sudah mencukupi.


Menjenguk orang sakit memiliki keutamaan yang sangat besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ عَادَ مَرِيْضًا لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ


“Barangsiapa yang menjenguk orang sakit, maka ia senantiasa berada di jalan menuju surga (atau sedang memetik buah surga) hingga ia kembali.” (HR. Muslim no. 2.568)


Menjenguk saudara yang sakit tidak dibatasi hanya sekali saja. Bahkan jika saudara kita sakitnya lama, kita disunahkan untuk mengunjunginya berulang-ulang. Selama mengunjunginya kita dapat bercengkerama dengan saudara kita yang sakit tersebut,  menghiburnya, menghilangkan kesedihannya, menghilangkan kebosanannya, membawakan oleh-oleh, dan yang paling penting kita mendoakannya agar sakit yang diderita menggugurkan dosa-dosanya dan juga mendoakan agar ia segera diberi kesembuhan.


Meskipun orang yang sakit itu dalam keadaan tidak sadar, misalnya pingsan atau koma, kita tetap disunahkan untuk mengunjunginya. Jika tidak bisa menghiburnya, paling tidak kita bisa mendo’akannya meskipun dia tidak tahu. Allāh tahu kita sudah mengunjunginya. Atau paling tidak setelah dia siuman/tersadar, jika ada yang bercerita kepadanya bahwa saudaranya mengunjunginya, maka hal itu dapat menyenangkan hatinya. Hal itu dapat menunjukkan bahwa saudara-saudara seimannya tetap memperhatikannya sehingga dia tetap bersemangat dan tidak berburuk sangka. Demikian pula keluarganya, tentu akan terhibur jika kita menjenguknya.


Ketika menjenguk saudara yang sedang sakit, kita harus memperhatikan keadaannya. Jika dia tampak lelah dan membutuhkan banyak istirahat serta tidak ingin banyak mengobrol, hendaknya kita mempercepat kunjungan. Hendaknya  kita mendoakannya lalu segera pergi untuk memberikan kesempatan kepadanya beristirahat.


Yang keenam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَإِذاَ ماَتَ فاتْبَعْهُ


“Jika dia meninggal, maka ikutilah jenazahnya.”


Seorang muslim yang telah meninggal tetap dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, sampai-sampai orang yang menyolatkannya akan mendapatkan pahala satu qirath dan orang yang mengikuti jenazahnya sampai mengkafankannya dan menguburkannya akan mendapatkan 2 qirath, yaitu masing-masing qirath-nya besarnya seperti gunung Uhud.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ


“Barangsiapa yang menghadiri janazah hingga menyolatkannya maka baginya pahala seukuran qiroth, dan barangsiapa yang menghadirinya hingga dikuburkan maka baginya pahala dua qiroth.” Ditanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apa itu dua qiroth?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Seperti dua gunung yang besar.” (HR. Al-Bukhari no. 1.325)


Dalam riwayat yang lain,


مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ وَلَمْ يَتْبَعْهاَ فَلَهُ قِيْرَاطٌ فَإِنْ تَبِعَها فله قيراطان… أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ


“Barangsiapa yang menyolatkan jenazah namun tidak mengantarnya maka baginya pahala qirot, jika ia ikut mengantarnya (hingga dikuburkan) maka baginya pahala dua qiroth … ukuran yang terkecil dari keduanya seperti gunung Uhud.” (HR. Muslim no. 945)


Hadits ini juga menunjukkan keagungan syari’at Islam, di mana Islam memerintahkan seorang muslim untuk menghormati dan mencintai saudaranya meskipun saudaranya telah meninggal dunia.


Peringatan


Pernyataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Hak seorang muslim terhadap sesama muslim” menunjukkan bahwa hak-hak tersebut pada asalnya tidak berlaku bagi seorang kafir (non muslim). Artinya, seorang kafir tidak berhak untuk diberi salam, tidak berhak untuk dipenuhi undangannya, tidak berhak untuk dikunjungi tatkala sakit, tidak berhak untuk diberi nasihat, tidak berhak untuk dilayati janazahnya. Ini hukum asalnya. Tentu saja ada penjelasannya secara terperinci pada masing-masing hak tersebut.


Adapun memulai salam terhadap non muslim maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya, akan tetapi jika mereka memulai memberi salam maka kita menjawab salam mereka (sebagaimana akan datang penjelasannya).


Demikian pula menjenguk orang kafir yang sakit, maka tidak dianjurkan karena hal itu merupakan hak orang muslim.  Akan tetapi jika dalam kunjungan tersebut ada maslahat baik maslahat dunia maupun akhirat seperti maslahat dakwah maka tidak mengapa kita menjenguknya. Terutama apabila orang tersebut adalah tetangga atau kerabat karena kita telah diperintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga dan kerabat meskipun ia seorang non muslim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah mengunjungi seorang Yahudi yang sedang sakit dalam rangka mendakwahinya.


Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu mengisahkan,


كَانَ غُلَامٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرِضَ فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ أَسْلِمْ فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْلَمَ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنْ النَّارِ


Ada seorang pemuda Yahudi yang pernah melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ia pun sakit. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dan duduk di sisi kepalanya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Masuklah Islam.” Pemuda tersebut lalu memandang kepada ayahnya yang sedang hadir di sisinya, maka sang ayah berkata, “Taatlah kepada Abul Qosim (yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).” Maka Ia pun masuk Islam. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.” (HR. Al-Bukhari no. 1.356)


Demikian juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk pamannya Abu Thalib yang akan meninggal dunia, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerunya untuk masuk Islam dengan mengucapkan Laa ilaaha illalllahu, akan tetapi pamannya enggan mengucapkannya dan akhirnya meninggal dalam kondisi musyrik.


Demikian pula halnya jika ada orang musyrik atau kafir –bahkan meskipun kerabat dekat- jika meninggal dunia, maka kita tidak disyari’atkan untuk melayat janazahnya, karena sudah terlambat tidak bisa lagi kita dakwahi. Dan dengan melayatnya seakan-akan kita menghormati janazahnya dan memuliakannya serta menunjukan walaa’ (loyalitas) kita kepadanya, padahal hal ini adalah hak jenazah muslim.


Adapun janazah kafir maka akan menuju neraka jahannam dan tidak pantas untuk dihormati atau dimuliakan. Meskipun Islam menganjurkan untuk menyambung silaturahim kerabat non muslim akan tetapi melayat jenazah kafir merupakan bentuk walaa’ (loyalitas) kepada kafir yang akan menuju neraka jahannam, maka hal itu dilarang dalam Islam.


Ketika Abu Thalib, paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedemikian banyak jasanya dalam membela Islam, meninggal dalam kondisi musyrik, maka datanglah putranya, yaitu Ali bin Abi Thalib  berkata kepada Nabi,


إِنَّ عَمَّكَ الشَّيْخَ الضَّالَّ قَدْ مَاتَ، فَقَالَ: ” انْطَلِقْ فَوَارِهِ، (وفي رواية : قال علي : لاَ أُوَارِيْهِ، إِنَّهُ مَاتَ مُشْرِكًا، فقال: اِذْهَبْ فَوَارِهِ) … فَانْطَلَقْتُ فَوَارَيْتُهُ


“Sesungguhnya paman Anda sorang tua yang sesat telah meninggal.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Pergilah dan kuburkanlah.” (Dalam riwayat lain: Ali berkata, “Aku tidak akan menguburkannya, sesungguhnya ia mati dalam kondisi musyrik.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Pergilah dan kuburkanlah!”) … Ali berkata, “Maka akupun pergi menguburkannya.” (HR. Abu Dawud, An-Nasaa’i, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Sa’ad, dll, dan dishahihkan oleh Al-Albani di As-Shahihah no 161)


Dari hadits ini, para ulama berkesimpulan bahwa jenazah kafir tidak layak dilayati. Namun, jika tidak ada orang kafir lain yang menguburkannya maka seorang muslim boleh menguburkannya, sebagaimana Ali yang tadinya menolak menguburkan ayahnya namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap menyuruhnya untuk menguburkan ayahnya. Sebagaimana juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya menguburkan jenazah Abu Jahl dan pembesar-pembesar kuffaar Quraisy tatkala selesai perang Badr.


Namun jika tidak menghadiri jenazah kerabat kafir dikhawatirkan akan menimbulkan mudharat, maka hendaknya seorang muslim melayat keluarga jenazah setelah pemakaman mayat demi meng-hindari kemudharatan sebagaimana pendapat sebagian ulama. Wallahu a’lam.


Demikian pula halnya menghadiri undangan pernikahan orang kafir, maka tidak wajib. Akan tetapi, dianjurkan jika memang ada kemaslahatan dakwah dalam menghadiri walimah tersebut  dengan syarat acara walimah tersebut kosong dari kemungkaran-kemungkaran (dan syarat ini tentu sangat sulit atau hampir tidak bisa dipenuhi dalam acara walimah pernikahan orang-orang kafir di zaman kita sekarang ini) dan juga kosong dari ritual-ritual keagamaan mereka.


Bersambung in sya Allah…

Minggu, 14 Februari 2021

Haditz Rosululloh

 *🤍🌹55 AMALAN SUNNAH RASULULLAH*


*1. PANDANGAN MATA*

Pandangan mata adalah anak panah iblis.Lihat bukan muhrim sekali saja.Lihat kali kedua akan hilang nikmat ibadah 40 hari.Tiada khusyuk.


*2. MAKAN GARAM*

Celup jari kelingking dalam garam, menghisapnya sebelum dan selepas makan.Garam adalah penawar paling mujarab keracunan dan boleh menghalang sihir.


*3. MINUM TANGAN KANAN*

Sentiasa minum memegang gelas dengan tangan kanan.Iblis minum dengan tangan kiri.


*4. SESAAT DI JALAN ALLAH*

Sesaat berdiri di jalan Allah lebih baik dari solat di depan Hajarul Aswad pada malam Qadar walaupun hanya sekadar "hai kawan ayuhlah kita solat".


*5. LANGKAH KANAN*

Masuk masjid kaki kanan,keluar kaki kiri.Masuk rumah kaki kanan, keluar rumah kaki kiri.Masuk tandas kaki kiri,keluar kaki kanan.


*6. MAKAN TIGA JARI*

Nabi SAW makan kurma dengan 3 jari iaitu jari ibu,telunjuk dan tengah.Kita makan nasi kalau susah bolehlah dengan 3 suapan pertama ikut sunnah.


*7. JAMINAN ALLAH*

3 orang mendapat jaminan Allah iaitu orang yang memberi salam sebelum masuk rumah,orang yang keluar ke masjid dan orang yang keluar ke jalan Allah.


*8. GUNTING BULU*

Apabila lelaki dan perempuan tidak menggunting,mengemas bulu kemaluan dan ketiak selama 40 hari, maka iblis akan bersarang dan berbuai di situ.


*9. JANGAN BERSIUL*

Jangan bersiul kerana sewaktu mula-mula dibuang ke dunia,iblis mengembara sambil bersiul-siul dan orang yang bersiul itu adalah penghibur iblis.


*10. CARA POTONG KUKU TANGAN*

Mula dari jari telunjuk yang kanan terus ke kanan sampai kelingking kanan,disambung dari kelingking kiri ke ibu jari kiri hingga ibu jari kanan.


*11. CARA POTONG KUKU KAKI*

Mula dari kelingking kanan ke sebelah kiri sampai kelingking sebelah kiri.


*12. PANJANG LENGAN BAJU*

Panjang lengan baju Rasulullah SAW adalah hanya sampai pergelangan tangan sahaja.


*13. PAKAIAN KESUKAAN*

Pakaian kesukaan Rasulullah SAW adalah gamis iaitu baju labuh atau kurta.


*14. BERSIWAK*

Jika didahului dengan bersiwak (bersugi),satu kali anda bertasbih maka Allah hitung 70 kali bertasbih.Jika bersolat akan dihitung 70 kali solat.


*15. DOA DALAM SUJUD*

Saat yang paling hampir antara seseorang hamba dengan Tuhannya ialah ketika bersujud kerana itu hendaklah kamu memperbanyakkan doa di dalamnya.


*16. ADAB DI TANDAS*

Masuk tandas kaki kiri,pakai alas kaki dan tutup kepala.


*17. ADAB MAKAN*

Hendaknya menghindarkan diri dari kenyang yang melampaui batas.Sepertiga makanan,sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas.


*18. TIGA JENIS ORANG*

3 jenis orang yang tidak akan dipandang oleh Allah SWT pada hari kiamat iaitu orang tua penzina, Raja yang berdusta,orang miskin yang sombong.


*19. PAKAI MINYAK WANGI*

Memakai minyak wangi adalah sunnah maka pakailah terutama ketika hendak bersolat,ke masjid atau ke mana sahaja.


*20. AMBIL WUDUK SEBELUM TIDUR*

Gosok gigi dan ambil wuduk sebelum tidur malam kerana menjadi amalan yang sangat dirahmati dan menghindar gangguan iblis dan syaitan.


*21. CINCIN PERAK*

Pakai cincin perak di kelingking kanan atau kiri.Akan mendapat pahala Sunnah berterusan selama memakainya.


*22. SOLAT FARDHU DI MASJID*

Nabi SAW tidak pernah solat fardhu di rumah.Setiap langkah kanan ke masjid akan diangkat satu darjat dan langkah kiri akan dihapus satu dosa.


*23. PAKAI CELAK*

Gunakan celak ismid (dari galian) kerana ia menguatkan penglihatan dan menumbuhkan bulu mata.Setiap malam dicalit tiga kali pada mata kanan dan kiri.


*24. PANJANG PAKAIAN*

Panjang pakaian,jubah atau seluar seorang muslim adalah antara setengah betis dan tidak melebihi buku lali.


*25. SOLAT FARDHU BERJEMAAH*

Solat fardhu berjemaah di masjid dibayar 27 kali lipat dari solat sendirian di rumah.Jika anda waras dan sempurna akal,dimanakah anda akan solat?


*26. MENGUAP*

Menguap adalah dari syaitan.Bila rasa hendak menguap,tahanlah atau tutuplah mulut dengan belakang tangan kerana syaitan akan masuk melalui mulut.


*27. MENYIMPAN JANGGUT*

Memotong misai dan menyimpan janggut.Lebih afdal dengan jambang sekali.Diberi pahala amal berterusan selama menyimpannya.


*28. JANGAN MENGHADAP KIBLAT KETIKA BUANG AIR*

Jangan menghadap/membelakang Kiblat ketika buang air kecil/besar. Dibolehkan bila dalam bangunan,itupun kalau terpaksa.


*29. WARNA PAKAIAN RASULULLAH*

Disunatkan memakai pakaian berwarna putih kerana Rasulullah SAW menyukai pakaian berwarna putih.


*30. POSISI TIDUR*

Posisi tidur yang dianjurkan ialah mengereng di atas rusuk kanan,muka dan badan mengadap kiblat dan tapak tangan kanan di bawah pipi.


*31. MINUM LEPAS MAKAN*

Lepas makan nasi jangan terus minum.Tunggu sebentar anggaran selama berjalan 40 langkah barulah minum.


*32. TIDUR SEBELUM ZOHOR*

Tidur sebentar sebelum Zohor kerana ianya membantu ibadah di malam hari dan bangun sebelum gelincir matahari untuk solat Zohor.


*33. BERDIRI HORMAT*

Rasulullah SAW membenci perbuatan orang bangun dari tempat duduk dan berdiri memberi hormat apabila baginda lalu atau masuk ke suatu majlis.


*34. PAKAIAN BERWARNA*

Dilarang memakai pakaian warna kuning kemerahan seperti yang dipakai oleh sami Hindu/Buddha khususnya bagi lelaki.


*35. MAKAN DENGAN ORANG MISKIN*

Rasulullah SAW suka memberi makan atau makan bersama orang miskin.Jika kita makan bersama orang miskin, hendaklah kita mendahulukan mereka.


*36. MENU RASULULLAH*

Rasulullah SAW membuka menu sarapannya dengan segelas air sejuk yang dicampur dengan sesendok madu asli.


*37. PEMBERIAN YANG TIDAK BOLEH DITOLAK*

Ada 3 pemberian yang tidak boleh ditolak iaitu bantal,minyak wangi dan susu.


*38. KETAWA RASULULLAH*

Ketawa Rasulullah SAW hanyalah senyuman.


*39. MINUMAN RASULULLAH*

Minuman yang paling disukai oleh Rasulullah SAW adalah minuman yang manis dan dingin.


*40. HISAP AIR DALAM HIDUNG*

Ketika membersihkan diri setelah bangun tidur jangan lupa menghisap air ke dalam hidung 3x kerana syaitan bermalam dalam lubang hidung.


*41. BERI MAKAN ANAK YATIM*

Nabi SAW suka memberi makan anak yatim.Sesiapa yang duduk makan bersama anak yatim dalam satu bekas,syaitan tidak akan menghampiri bekas tersebut.


*42. LARANGAN PAKAI CINCIN*

Dilarang memakai cincin di jari telunjuk dan jari tengah.


*43. BANGUN TIDUR*

Nabi SAW bangun tidur lalu duduk seraya mengusap muka dengan telapak tangan agar hilang ngantuknya dan membaca doa bangun tidur.


*44. KONGSI MAKANAN*

Jangan kedekut berkongsi makanan.Nabi SAW suka makan makanan yang banyak tangan memakannya.


*45. 4 RAKAAT SEBELUM ZOHOR*

Solat 4 rakaat setelah gelincir matahari sebelum zohor.Saat itu pintu langit dibuka untuk menerima amal soleh dan tertutup ketika solat zohor.


*46. ISTIGHFAR*

Nabi SAW beristighfar kepada Allah mohon keampunan dosa dan bertaubat setiap hari lebih dari 70 kali.


*47. JANGAN MENCACI MAKANAN*

Jangan mencaci makanan.Jika suka,makanlah,jika tidak suka biarkan sahaja.


*48. APABILA BERTAMU*

Apabila bertamu,jangan berdiri memberi salam di depan muka pintu tetapi dari sisi agar terpelihara pandangan dari melihat terus ke dalam rumah.


*49. JAWAB SALAM DALAM TANDAS*

Tidak diperkenan menjawab salam ketika di dalam tandas kerana ada lafaz Allah dalam kalimah jawab salam.Cukup dengan berdehem atau isyarat suara.


*50. MAKANAN PANAS*

Rasulullah SAW melarang meniup makanan panas.Hendaklah biarkan sejuk sedikit hingga mudah untuk dimakan.


*51. GILIRAN MINUM*

Jika berkongsi minum dalam satu bekas atau botol,hendaklah memberi giliran minum yang berikut kepada orang yang di sebelah kanan.


*52. 3 AMAL*

Nabi SAW menasihati jangan meninggalkan 3 amal iaitu puasa 3 hari sebulan (afdal 13,14,15hb Hijrah),solat Dhuha dan solat sunat Witir.


*53. JANGAN TIDUR MENIARAP*

Jangan tidur meniarap kerana ia adalah posisi tidur ahli neraka dan yang dibenci Allah.


*54. CARA PEGANG MISWAK*

Miswak dipegang dalam keadaan jari kelingking dan ibu jari di bawah miswak dan jari lain di bahagian atas.


*55. DUA RAKAAT SEBELUM SUBUH*

Dua rakaat sunat sebelum solat fardhu Subuh itu adalah lebih baik dari dunia dan segala isinya....


Semoga bermanfaat iya🙏🏻

Rabu, 10 Februari 2021

Shalat

 🕋 _*SHALAT, SEBAB PENGGUGUR DOSA*_


_Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah wa ba'du._


```•> Shalat, Sebab Penggugur Dosa```


Salah satu buah (pahala) yang agung dari ibadah shalat adalah bahwa shalat tersebut adalah sebab dosa-dosa terampuni dan terhapusnya kesalahan-kesalahan kita. Dari Sahabat *Abu Hurairah* _radhiallahu 'anhu,_ *Nabi* _shallallahu 'alaihi wa sallam_ bersabda:


الصَّلَاةُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ


_*“Shalat lima waktu dan shalat Jumat ke Jumat berikutnya adalah penghapus untuk dosa di antaranya selama tidak melakukan dosa besar.”*_ [HR. Muslim no. 233]


Juga diceritakan dari Sahabat *Abu Hurairah* _radhiallahu 'anhu,_ *Nabi* _shallallahu 'alaihi wa sallam_ bersabda:


أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ


_*“Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian, lalu dia mandi lima kali setiap hari? Apakah kalian menganggap masih akan ada kotoran (daki) yang tersisa padanya?”*_


Para Sahabat menjawab:


لَا يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا


_*“Tidak akan ada yang tersisa sedikitpun kotoran padanya.”*_


Lalu beliau bersabda:


فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُواللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا


_*“Seperti itu pula dengan shalat lima waktu, dengannya Allah akan menghapus semua kesalahan.”*_ [HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 283]


```•> Memohon Ampunan dalam Semua Posisi Shalat```


Dalam semua posisi shalat, *Nabi* _shallallahu 'alaihi wa sallam_ berdoa memohon ampunan. Hadis-hadis yang semakna dengan dua hadis di atas sangatlah banyak. Oleh karena itu, *disyariatkan untuk memperbanyak doa memohon ampunan ketika shalat,* baik dalam doa istiftah, rukuk, sujud, duduk antara dua sujud, dan juga sebelum dan sesudah salam.


*Ketika rukuk dan sujud,* kita disyariatkan membaca:


*سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي*


*Subhaanakallahumma rabbanaa wa bihamdika allahummagh firlii.*


_“Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami, segala pujian bagiMu. Ya Allah, ampunilah aku.”_ [HR. Bukhari, no. 794 dan Muslim, no. 484]


Hadis di atas diceritakan dari ibunda *Aisyah* _radhiallahu 'anha._


Doa lain yang disyariatkan dibaca *ketika sujud* adalah:


*اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ وَعَلَانِيَتَهُ وَسِرَّهُ*


*Allahummaghfirli dzanbi kullahu, diqqahu wajullahu, wa awwalahu wa akhirahu, wa ‘alaniyatahu wa sirrahu.*


_“Ya Allah, ampunilah semua dosa-dosaku, yang kecil maupun yang besar, yang awal maupun yang akhir, dan yang terang-terangan, maupun yang sembunyi-sembunyi.”_ [HR. Muslim, no. 483]


Hadis di atas diceritakan dari Sahabat *Abu Hurairah* _radhiallahu 'anhu._


*Saat duduk di antara dua sujud, kita pun disyariatkan untuk memperbanyak doa memohon ampunan.* Dari Sahabat *Hudzaifah* _radhiallahu 'anhu,_ beliau menceritakan bahwa *Nabi _shallallahu 'alaihi wa sallam_ duduk di antara dua sujud dan lamanya seperti ketika beliau sujud.* Dan dalam duduk di antara dua sujud, beliau mengucapkan:


*رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي*


*Rabbighfirlii, Rabbighfirlii.*


_“Wahai Rabbku, ampunilah aku. Wahai Rabbku, ampunilah aku.”_ [HR. Abu Dawud, no. 874, sanadnya dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 818]


Begitu juga *sebelum salam, Nabi _shallallahu 'alaihi wa sallam_ berdoa meminta ampunan.* Diceritakan oleh *Ali* _radhiallahu 'anhu,_ bahwa pada akhir tasyahud sebelum memberi salam *Nabi* _shallallahu 'alaihi wa sallam_ membaca:


*اللهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ*


*Allahummagh firlii maa qaddamtu wa maa akhkhartu wamaa asrartu wa maa a’lantu wa asraftu wa maa anta a’lamu bihi minnii antal muqaddimu wa antal mu`akhkhiru laa ilaaha illaa anta.*


_“Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang lama dan yang baru, yang tersembunyi dan yang terlihat, yang aku telah melampaui batas. Dan Engkau lebih tahu daripadaku. Engkaulah yang memajukan dan memundurkan. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau.”_ [HR. Muslim, no. 771]


Demikian pula, *Nabi _shallallahu 'alaihi wa sallam_ berdoa meminta ampunan setelah salam.* Dari *Tsauban* _radhiallahu 'anhu,_ dia berkata, *Jika Rasulullah selesai shalat, beliau akan meminta ampunan tiga kali dan memanjatkan doa:*


*اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ*


*Allaahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarakta dzal jalaalil wal ikroom.*


_“Ya Allah, Engkau adalah Dzat yang memberi keselamatan, dan dariMu lah segala keselamatan. Maha Besar Engkau, wahai Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan.”_


Kata *Walid,* maka kukatakan kepada *Auza’i,* _*“Lalu bagaimana bila hendak meminta ampunan?”*_


Jawabnya: _*“Engkau ucapkan saja, 'Astaghfirullah, Astaghfirullah'.”*_ [HR. Muslim, no. 591]


Demikianlah kondisi shalat *Nabi* _shallallahu 'alaihi wa sallam._ *Beliau memohon ampunan sejak awal shalat ketika membaca doa istiftah* (HR. Muslim no. 201), *ketika rukuk, ketika mengangkat kepala dari rukuk* (HR. Muslim no. 771), *ketika sujud, ketika duduk di antara dua sujud, ketika duduk tasyahud sebelum salam, dan bahkan setelah salam.* Sebagian hadisnya telah kami sebutkan di atas.


*Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah* _rahimahullah_ mengatakan: _*“Maka tidaklah beliau berada dalam suatu keadaan (posisi) ketika shalat, juga ketika berada dalam salah satu rukun shalat, kecuali beliau akan meminta ampunan kepada Allah ketika itu.”*_ [Jaami’ul Masaa’il, 6: 274-275]


📗 ```Disarikan dari kitab Ta’zhiim Ash-Shalaat  hal. 111-114, karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala, cetakan pertama tahun 1434, penerbit Daar Al-Imam Muslim, Madinah KSA.```


والله أعلم، وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


🖊️ _Penulis: Ustadz M. Saifudin Hakim hafidzahullah_


🖥️ *Sumber:* https://muslim.or.id/58734-shalat-sebab-penggugur-dosa.html


_*Semoga bermanfaat*_



Hadits Rasulullah

7 WASIAT ROSULULLAH


Hadits : Abu Dzar Al Ghifari  Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Berwasiat  Dengan 7 ( Tujuh ) Hal : 


(1) Supaya  *Mencintai Orang2 miskin dan Dekat Dengan Mereka,*


(2) Agar  *Melihat Kepada Orang yang Berada Di Bawahku dan Tidak Melihat Kepada Orang yang Berada Di Atasku,*


(3)  Agar *Menyambung Silaturrahmi Meskipun Mereka Berlaku Kasar ( Tdk Menghargai ) ,*


(4) * Agar Memperbanyak Ucapan Laa Hawla Wa laa Quwwata Illa Billah ( Tidak Ada Daya & Upaya Kecuali Dengan Pertolongan Allah ),*


(5) agar *Mengatakan Kebenaran Meskipun Pahit,*


(6)  Agar  *Tidak Takut Akan Celaan Orang yang Mencela Dalam Berdakwah Kpd Allah,*


 (7) Beliau  Agar *Tidak Meminta-minta Sesuatu pun Kepada Manusia”*
 (HR. Ahmad)
🍀

*“Dan Taatlah Kepada Allah dan Taatlah Kepada Rasul, Jika Kamu Berpaling Maka Sesungguhnya Kewajiban Rasul Kami Hanyalah Menyampaikan ( Amanat Allah) Dengan Terang”*
(QS. At Taghabun: 12).


Senin, 08 Februari 2021

AQIDAH

 📚 _*TEGUH DI ATAS AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH*_


Syaikh Ali Hasan Al-Halabi -hafidzohullah-


1⃣ Allah memberikan anugrah keistimewaan kepada kaum muslimin negeri ini yang tidak di berikan kepada negeri lainnya.


pertama: kaum muslimin dinegeri ini adalah yang paling banyak.


Point kedua:  adalah fitroh yang selamat yaitu cinta kepada islam, cinta kepada nabi, cinta kepada sunnah, dan cinta kepada Aqidah yang lurus.


2⃣ Agama islam yang agung ini mengumpulkan pintu kebahagiaan dunia dan agama


تركت فيكم أمرين ما إن تماسكتم بهما لن تضل إبدا


*"Aku tinggalkan dua perkara yang apabila kalian berpegang kepada keduanya maka tidak akan tersesat selamanya."*


تركتكم على مثل البيضاء ليلها كنهارها لا يزيع عنها إلا هالك


*"Aku tinggalkan kalian seperti permisalan yang putih, malamnya seperti siangnya tidak ada yang menyimpang kecuali binasa."*


3⃣ Nabi memerintahkan untuk berpegang teguh, dan kaum salaf bersungguh2 dalam memerintah anak2 sahabat dan tetangga mereka,karena itu adalah perintah Allah.


(فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ)


*"Berpegang teguhlah dengan apa yang diwahyukan kepada engkau, sesungguhnya engkau berapa dalam shirotol mustaqim."*

[Surat Az-Zukhruf 43]


( ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ َ)


*"Kami telah menurunkan kepada engkau alqur'an untuk kau jelaskan kepada manusia."* [An nahl 44]


Dan yang di turunkan Allah  ada dua yaitu Qur'an dan Sunnah.


Nabi bersabda 


ألا إني أوتيت القرآن ومثله معه


*"Ketahuilah sesungguhnya aku diberikan Alqur'an dan yang semisalnya bersamanya"*


4⃣ para ulama membagi kitabullah kepada tiga macam


*Yang pertama : aqidah*


*Yang kedua: hukum.*


*Yang ketiga: kisah*


*Semuanya saling berkaitan. Untuk membangun manusia yang baik.*


Para ulama tidak membagi bagian ke empat yaitu akhlak, karena *akhlak masuk dalam aqidah,* karena aqidah dalam islam bukan hanya

 sebuah gambaran akan tetapi *aqidah adalah sebuah jalan dan praktek serta hidayah.*


Apa dalilnya: 


خصلتان لا تجد في منافق: حسن سمت وفقه في الدين.


*"Ada dua perangai yang tidak kamu dapatkan dalam munafik,  baiknya akhlak dan pemahaman dalam agama*


Ada seseorang datang kepada nabi: *sesungguhnya fulanah dia puasa siang dan bangun malam akan tetapi dia menyakiti tetangganya* (dalam riwayat dengan lisannya) (bukan dengan tangan dan lainnya). Nabi berkata:  *dia berada dalam neraka.*


Muadz pernah berkata:  

*"ya rasulallah, apakah kita akan diadzab karena lisan kita?*

 Rasulullah berkata: *"celaka engkau, Apakah manusia tertelungkup diseret di neraka karena buah dari lisan mereka."*


*Oleh karena itu Aqidah apabila tidak dibarengi dengan akhlak maka tidak berfaidah.*


5⃣ Diantara kaitan akhlak dengan Aqidah adalah perkataan ulama:


إن سوء الخلق يفسد العمل كما يفسد الخل العسل


*Sesungguhnya akhlak yang buruk akan merusak amal sebagaimana cuka akan merusak madu.*


6⃣ Umat islam adalah umat terbaik, namun mundur kebelakang karena mereka meninggalkan agamanya.


Maka pintu2 agama harus dikembalikan agar kembali jaya seperti awalnya.


(وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ )


*"Dan berpegang teguhlah kepada tali agama Allah dan janganlah kalian berpecah belah"*

[Surat Ali 'Imran 103]


Dan kita meminta dalam surat alfatihah jalan yang lurus.


7⃣ Surat alfatihah rahasia dan intinya adalah doa


اهدنا الصراط المستقيم


*-"tunjukilah kami jalan yang lurus"_*


Dan tafsir dari jalan yang lurus (shirothol mustaqim) beragam datang dari salaf, akan tetapi maknanya saling melengkapi. 


Ada yang menafsirkan: *agama, alqur-an, as sunnah, dan alhaq.*


8⃣ Yang semisal dengan ayat ini,  (az zukhruf:43)


(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السلم كافة)


*_"Wahai orang2 beriman masukkan kedalam islam secara kaafah"_*


pengakuan saja tidak cukup..Islam yang benar bukan sekedar pengakuan semata.


*9⃣ Agama Islam adalah agama ilmu agama amal dan agama akhlak, agama aqidah dan kewajiban terbesar bagi kita adalah menuntut ilmu.*


1⃣0⃣ Allah memerintahkan kita beribadah, dan ada dua syarat di terima ibadah; *ikhlas dan iitiba*

1⃣1⃣

(وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ 


*_"Demikianlah kami jadikan kalian umat pertengahan dan menjadi saksi bagi manusia dan nabi menjadi saksi atas kalian._*

[Surat Al-Baqarah 143]


Bahwa pertengahan dalam.umat ini dia adalah sifat yang lazim ada pada umat ini dari awalnya sampai kepada masa dimana Allah akan.mewariskan bumi ini dan segenap yang berada diatasnya.


*1⃣2⃣ Wasatiyah dibuktikan dengan amalan. Dan dasarnya adalah alqur'an dan sunnah.*


Bukan menggabungkan dua hal yang menyimpang dalam permasalahan aqidah sebagaimana pemahaman sebagian orang.


1⃣3⃣ Ketika kita membicarakan masalah Aqidah maka dia sangat luas, walaupun pokoknya adalah ibadah.


Diantaranya adalah pembahasan iman, tidaklah iman hanya sekedar pengakuan. 


ليس الإيمان بالتمني والتحلي، ولكن ما وقر في القلب وصدفه العمل


*"Bukanlah iman itu hanya dengan angan2 dan sebagai hiasan akan tetapi apa yang tetap dalam hati dan dibenarkan dengan beramal."*


Diantara aqidah mengimani takdir

Diantara aqidah ittiba sunnah.


Sebagaimana perkataan sahabat: 


اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كقيتم

*Ittiba lah dan jangan berbuat bid'ah maka itu mencukupi kalian.*


Ketika kita berbicara aqidah maka kita berbicara tentang hal2 yang ghaib, sebagaimana telah datang seperti iman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, jin dll


Diantara aqidah, mengimani manhaj nabi dalam berdakwah dan bermuamalah dengan orang yang menyelisihi kita


*1⃣4⃣ Seseungguhnya berpegang teguh dengan aqidah sangat nerkaitan erat dengan washathiyyah yang wajib diamalkan, dan dengan menjaga lima perkara:*


1) membesarkan Allah dengan beribadah sebenar2nya dan menetapkan apa yang Allah dan rasulnya tetapkan dari asmaul husna dan sifat yang  mulia.


2) berpegang kepada syariat yaitu kitab dan sunnah,


3) dakwah kepada Allah. Mengajak manusia dengan ilmu dan kelembutan. Keduanya seperti ruh dan jasad


4. Menjauh dari ghuluw (ekstrim) serta tafrith (sikap menyepelekan) untuk merealisasikan wasathiyyah.


5. Menjauh dari bid'ah.


📝 Ustadz  wahyudi lc.


_*Semoga bermanfaat*_

Motivasi Islam



_*AMAL IBADAH YANG PASTI DI TERIMA OLEH ALLAH SWT*_



Amal ibadah kepada Allah apapun bentuknya memiliki potensi untuk diterima dan ditolak oleh Allah SWT. Amal ibadah yang dilakukan oleh umat Islam harus memenuhi ketentuan lahir dan terbebas dari kotoran lain seperti riya, ujub, takabur, dan lain sebagainya.


Adapun berikut ini adalah amal ibadah yang pasti diterima oleh Allah SWT sebagaimana keterangan Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam Kitab Kifayatul Atqiya:


وأن جميع الأعمال منها المقبول ومنها المردود إلا الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم فإنها مقطوع بقبولها إكراما له صلى الله عليه وسلم وحكى اتفاق العلماء على ذلك


Artinya,

Semua amal ibadah berpotensi diterima dan ditolak Allah kecuali shalawat nabi SAW karena ibadah shalawat dipastikan penerimaannya sebagai bentuk penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW. Ijma’ ulama menghikayatkan masalah ini,”

(Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya [Indonesia, Al-Haramain Jaya: tanpa tahun], halaman 48).


Aktivitas pembacaan shalawat nabi termasuk bagian dari amal ibadah. Banyak dalil yang menunjukkan bahwa baca shalawat nabi termasuk amal ibadah,

Salah satunya adalah hadits riwayat Imam Muslim berikut ini:


مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا


Artinya,

Siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali,” (HR Muslim).


Adapun penghormatan Allah SWT untuk Nabi Muhammad SAW ditunjukkan pada beberapa ayat Al-Qur’an.

Penghormatan ini disebutkan antara lain pada Surat Al-Ahzab ayat 56:


إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا


Artinya,

Sungguh Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk nabi. Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."

(Surat Al-Ahzab ayat 56).


Ketinggian derajat Nabi Muhammad SAW juga berkaitan dengan manusia.

Allah SWT menyampaikan pujian atas keluhuran akhlak Nabi Muhammad SAW yang dapat diteladani oleh manusia pada umumnya.


وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ


Artinya,

“Sungguh, kau berada di atas akhlak yang agung,”

(Surat Al-Qalam ayat 4).


Atas derajat dan kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai sayyidul awwalin wal akhirin dan sayyidul anbiya wal mursalin, Allah memberikan kehormatan berupa penerimaan atas amal ibadah shalawat.

Sedangkan amal ibadah lainnya berpotensi untuk diterima dan ditolak oleh Allah SWT. Wallahu a’lam.


_*Semoga bermanfaat*_

Minggu, 07 Februari 2021

Pintu Surga

 🍃🍂 _*SUAMI, PINTU SURGA DI RUMAHMU*_ 🍂🍃


👩🏻‍🌾🍂Isteri, memiliki pintu surga di rumahnya. Pintu itu bisa mengantar dia ke surga atau melemparkannya ke neraka. Pintu itu hanya satu, SUAMI. 


👩🏻‍🌾🍃 *Isteri yang TAAT kepada suaminya*, kelak memiliki kedudukan seperti lelaki yang mati syahid dalam peperangan di jalan Allaah.


👩🏻‍🌾🍂Setiap isteri melayani suaminya, maka perbuatannya akan meninggikan derajatnya di sisi Allah.


👩🏻‍🌾🍃 *Amal ibadah yang paling utama bagi seorang isteri* adalah melayani suami dan anak-anaknya.


👩🏻‍🌾🍂Lebih utama dari ibadah sunnah apa pun. Sebab itu amat rugi sekali wanita yang sibuk dengan zikir, tetapi suaminya terlantar tak dipikir.


👩🏻‍🌾🍃Sibuk dengan al-Quran tapi suaminya tak pernah disediakan makan.


👩🏻‍🌾🍂Sibuk dengan majlis maulid, tapi dengan suaminya selalu perang mulut.


👩🏻‍🌾🍃Berdebat, bicara kasar, menipu, berbohong, menyakitinya, memandangnya dengan pandangan rendah, meninggikan suara


👩🏻‍🌾🍂 *Wahai para isteri …..*

Tiada guna sholatmu

Tiada guna majlis yang kau hadiri

Tiada guna puasamu

Tiada guna dzikirmu

Tiada guna hajimu

Tiada guna bacaan al-Quranmu

Tiada guna sedekahmu


👩🏻‍🌾🍃Sebelum kau meminta maaf kepada suamimu.


👩🏻‍🌾🍂Jangan sakiti dia, walaupun terkadang dia memiliki kelemahan di sana-sini.


👩🏻‍🌾🍃Nabi telah menjelaskan, wanita yang menjadikan wajah suaminya berubah, maka tak akan diterima sholatnya walau sejengkal.


👩🏻‍🌾🍂Dalam riwayat, _wanita yang tidak mau melayani suaminya di malam hari, dilaknat malaikat hingga pagi hari._


👩🏻‍🌾🍃 *Jadilah istri yang baik*, Jika memang yang kau tuju surga, Itulah jalannya.


👩🏻‍🌾🍂*Carilah ridho suamimu*, Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari perbuatan yang bisa mendatangkan murka-Nya. Baik yang kita sadari atau tidak kita sadari.


👩🏻‍🌾🍃_“Maka lihatlah kedudukanmu di sisinya. Sesungguhnya suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad)_

Kajian Tafsir Qur'an

 Tafsir Surat An-Nazi’at Ayat 27-46 (Bagian Ketiga – Selesai) – Tafsir Juz ‘Amma



Dan membangkitkan mereka adalah hal yang sangat mudah bagi Allah. Lebih mudah dari menciptakan langit. Allah berfirman:


[27] أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ ۚ بَنَاهَا


“apakah penciptaan kalian yang lebih hebat, ataukah langit yang telah dibangun-Nya?”


[28] رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا


“Dia telah meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya”


Allah telah menyempurnakan bangunan langit hingga ke tujuh. Langit pertama saja tidak ada yang pernah mencapainya. Apakah penciptaaan kaum musyrikan lebih hebat ataukah penciptaan langit? Maka jika seandainya penciptaan langit lebih hebat sungguh membangkitkan manusia itu lebih mudah. Seakan-akan Allah mengatakan demikian. Al-Qurthubi berkata :


أَخَلْقُكُمْ بَعْدَ الْمَوْتِ أَشَدُّ عِنْدَكُمْ وَفِي تَقْدِيرِكُمْ أَمِ السَّمَاءُ؟ وَهُمَا فِي قُدْرَةِ اللَّهِ وَاحِدٌ


“Apakah menciptakan (membangkitkan) kalian setelah kalian mati lebih susah di sisi kalian dan menurut perkiraan kalian ataukah penciptaan langit yang lebih susah?. Keduanya dalam kekuasaan Allah adalah sama mudahnya” (Tafsir Al-Qurthubi 8/329)


Kemudian Allah ﷻ menyebutkan tentang kekuasaan-Nya:


[29]وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا


“dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita), dan menjadikan siangnya (terang benderang)“


[30] وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَٰلِكَ دَحَاهَا


“dan setelah itu bumi Dia hamparkan”


[31]أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا


“darinya Dia pancarkan mata air, dan (ditumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya”


[32]وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا


“Dan gunung-gunung Dia pancangkan dengan teguh“


[33]مَتَاعًا لَكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ


“(semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu”


[34]فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى


“maka apabila malapetaka besar telah datang”


Yang dimaksud dengan malapetaka besar yaitu hari kiamat. Dikatakan hari kiamat dengan kata الطَّامَّةُ yaitu mencakup seluruhnya (lihat Lisaanul ‘Arob 12/370), karena malapetaka tersebut umum meliputi segala sesuatu, tidak ada yang bisa lepas dari kedahsyatan malapetaka hari kiamat.


Kemudian Allah ﷻ beriman tentang hari itu apabila telah datang:


[35]يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ مَا سَعَى


“yaitu pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dia kerjakan”


Allah ﷻ mengatakan مَا سَعَى (apa yang telah dia kerjakan), مَا pada konteks ayat ini dalam bahasa arab dinamakan dengan مَا mausulah, yang dalam ilmu ushul fiqh memberikan makna keumuman. Artinya pada hari tersebut seluruh umat manusia akan mengingat seluruh perbuatan yang dia kerjakan selama di dunia. Tidak ada sedikit pun amalan yang dia luput dari mengingatnya, baik amalan kebajikan maupun amalan keburukan, meskipun sekarang ini banyak dari amal keburukan kita yang kita lupakan. Allah ﷻ berfirman:


أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ


“Allah menghitungnya (seluruh amal perbuatan itu), meskipun mereka telah melupakannya”. (QS Al-Mujadilah : 6)


Jangankan orang-orang kafir, orang-orang beriman pun sering lupa akan maksiat yang mereka lakukan. Jika ditanya sekarang berapa banyak orang yang telah kita gibahi? Kita tidak akan bisa menjawab. Jika ditanya berapa kali penglihatan haram yang telah kita lakukan? Kita tidak akan bisa menjawab. Terlalu banyak maksiat yang kita lupakan, terlalu banyak gibah yang kita lupakan, akan tetapi di akhirat kelak kita akan dibuat ingat oleh Allah ﷻ. Akan dibukakan buku catatan amal kita. Kaki-kaki akan menjadi saksi, tangan-tangan akan menjadi saksi, kulit-kulit akan berbicara, malaikat akan menjadi saksi, bumi akan menjadi saksi, maka bagaimana kita tidak akan mengingat apa yang telah kita kerjakan? Oleh karena itu, hari tersebut merupakan hari yang sangat dahsyat.


Kemudian Allah ﷻ berfirman:


[36]وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَى


“dan neraka diperlihatkan dengan jelas kepada setiap orang yang melihat”


Neraka jahannam sudah diciptakan oleh Allah ﷻ sebagaimana firman-Nya :


فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ


“… Takutlah kalian kepada neraka Jahannam yang bahan bakarnya berasal dari manusia dan batu, yang disediakan untuk orang-orang kafir.” (QS Al-Baqarah : 24)


Pada hari tersebut neraka jahannam akan diperlihatkan, dalam hadist yang shahih yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Mas’ud bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:


يُؤْتَى بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لَهَا سَبْعُونَ أَلْفَ زِمَامٍ، مَعَ كُلِّ زِمَامٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ يَجُرُّونَهَ


“Jahannam akan didatangkan pada hari itu dan dia mempunyai 70 tali kekang, dan setiap tali kekang akan ditarik oleh 70.000 malaikat.” (HR. Muslim no. 2842)


Berdasarkan hadits ini jika dihitung maka jumlah malaikat yang akan menarik untuk menghadirkan neraka jahannam adalah sekitar 4 milyar 900 juta malaikat. Ini menunjukkan betapa dahsyat dan besarnya neraka jahannam. Karenanya neraka jahannam senantiasa bertanya apakah masih ada tambahan untuk mengisi neraka sebab neraka begitu luas, ada 4.9 milyar malaikat yang menariknya.


يَوْمَ نَقُولُ لِجَهَنَّمَ هَلِ امْتَلَأْتِ وَتَقُولُ هَلْ مِن مَّزِيدٍ


(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami bertanya kepada jahannam, “Apakah kamu sudah penuh?” Ia menjawab, “Masih adakah tambahan?” (QS Qaf : 30)


Kata Allah ﷻa :


وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَى


“dan neraka diperlihatkan dengan jelas kepada setiap orang yang melihat” (QS An-Nazi’at : 36)


Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwasanya yang melihat neraka jahannam nanti hanyalah orang-orang kafir. Berdasarkan firman Allah ﷻ ini maka pada hari tersebut neraka jahannam tidak terlihat, yang melihat hanyalah yang melihat yaitu orang-orang kafir. Tatkala mereka diperlihatkan kepada neraka jahannam beserta isinya dan segala kedahsyatannya mereka akan ketakutan, adapun orang-orang beriman tidak diperlihatkan kepada mereka neraka jahannam. Adapun pendapat lain mengatakan bahwasanya orang-orang beriman juga melihat neraka jahannam, tetapi bukan pandangan adzab. Berbeda dengan orang-orang kafir, ketika neraka jahannam dipampangkan di hadapan dia, dan dia tahu mereka akan dimasukkan ke dalamnya maka yang dia rasakan adalah ketakutan dan kengerian. Adapun orang mukmin, dengan melihat neraka jahannam akan mengantarkan mereka kepada syukur terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah ﷻ karena telah menyelamatkannya dari adzab yang sangat pedih lagi abadi dan Allah ﷻ akan memasukkannya ke dalam surga. (lihat Tafsir al-Qurthubi 19/207)


Kemudian Allah ﷻ berfirman:


[37]فَأَمَّا مَنْ طَغَى


“maka adapun orang yang melampui batas”


[38]وَآَثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا


“dan lebih mengutamakan kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat”


Semakna dengan ayat tersebut Allah ﷻ berfirman dalam ayat lain:


بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا


“Akan tetapi kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia.” (QS Al-A’la : 16)


Inilah keadaan orang-orang kafir yang hanya beriman dengan apa yang mereka lihat, mereka tidak beriman dengan hal-hal yang ghaib. Mereka seakan-akan lalai bahwasanya ada hari akhirat yang menanti, ada adzab yang abadi dan ada pula kenikmatan yang abadi. Ketika keyakinan terhadap akhirat mulai hilang dari hati, mereka akan mendahulukan kehidupan dunia. Adapun seorang mukmin, mereka hanya menjadikan dunia sebagai sarana dan bukan sebagai tujuan, karena tidak mungkin meraih akhirat kecuali setelah melewati dunia ini. Mereka hanya menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah dan mencari akhirat. Oleh karena itu, diantara doa Nabi ﷺ :


وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا


“Ya Allah, janganlah engkau jadikan musibah dalam urusan agama kami, dan jangan pula engkau jadikan dunia ini adalah tujuan terbesar dan puncak dari ilmu kami.” (HR At-Tirmidzi no 3502 dan dihasankan oleh Al-Albani)


Seorang mukmin mencari dunia namun tidak lupa dengan akhirat. Allah ﷻ memuji seorang pedagang yang berdagang mencari nafkah namun tidak lupa dengan akhirat. Allah ﷻ berfirman :


رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ


“Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat.” (QS An-Nur : 37)


Jual beli yang mereka lakukan tidak membuat mereka lalai dari mengingat Allah ﷻ dan dari mendirikan shalat. Perhatikan bahwasanya Allah ﷻ tidak sedang memuji orang-orang yang di masjid, tetapi memuji orang-orang yang berdagang. Karenanya tidak masalah apabila mencari dunia. Allah ﷻ berfirman:


فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


“Apabila shalat (jumat) telah dilaksanakan maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah (akan tetapi) ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS Al-Jumu’ah : 10)


Oleh karena itu, dunia dicari tapi tidak menjadi tujuan. Dunia hanyalah sarana untuk mengingat akhirat. Seseorang boleh berdagang, melakukan transaksi jual-beli, mengurus anak istrinya, tetapi selayaknya aktivitas-aktivitas tersebut tidak membuat dia lalai dari mengingat Allah ﷻ.


Kemudian Allah ﷻ berfirman:


[39]فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى


“maka sungguh, nerakalah tempat tinggalnya” .


Kemudian Allah ﷻ menyebutkan tentang orang-orang yang masuk surga. Allah ﷻ berfirman:


[40]وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى


“dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya”


Dia takut karena mengingat bahwasanya dia akan disidang oleh Allah ﷻ. Sebagian ahli tafsir dari kalangan salaf menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dalam ayat ini yaitu seseorang yang hendak bermaksiat kemudian dia mengingat Allah ﷻ lalu berhenti dari maksiat tersebut. Ketika dia sedang bersendirian dan tidak ada yang melihatnya, maka dia akan mudah melakukan kemaksiatan namun tiba-tiba dia mengingat Allah ﷻ sehingga dia mengurungkan niatnya. Dan inilah tafsir dari firman Allah ﷻ dalam ayat yang lain


وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ


“Dan bagi siapa yang takut kedudukan Allah ﷻ maka baginya dua surga.” (QS Ar-Rahman : 46)


Sunggguh beruntung dan sungguh mulia orang yang takut kepada Allah ﷻ, dia mengeluarkan air mata karena takut akan yaumul hisab (hari penghitungan amal), maka orang ini dijamin surga oleh Allah ﷻ. Dia sadar bahwasanya dunia bukanlah tempat terakhir baginya melainkan nanti ada hari kebangkitan. Dia sadar bahwa banyak ujian yang Allah ﷻ berikan di dunia ini, dia tidak mengizinkan dirinya mengumbar syahwatnya, dan dia harus mengekang jiwanya dari keburukan hawa nafsunya. Dia sadar bahwa banyak perkara-perkara lezat yang harus dia tinggalkan, karena Allah ﷻ melarangnya.


Kemudian Allah ﷻ berfirman:


[41]فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى


“maka sungguh, surgalah tempat tinggalnya”


Setelah Allah ﷻ menyampaikan tentang kedahsyatan dan kengerian hari kiamat, Allah kemudian menyebutkan tentang orang-orang musyrikin yang bertanya-tanya kapan hari kiamat itu akan tiba. Allah ﷻ berfirman:


[42]يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا


“mereka bertanya kepadamu (Muhammad) kapan tiba hari kiamat?”


Pertanyaan semacam ini sebagaimana kata para ulama adalah pertanyaan ejekan kepada Nabi ﷺ. Andai saja hari kiamat benar-benar terjadi dengan segala kengerian dan kedahsyatannya, lantas kapankah hari kiamat? Mereka menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini kepada Nabi ﷺ dalam rangka untuk mengejeknya, akan tetapi Nabi ﷺ tidak memperdulikan pertanyaan mereka. Namun rupanya mereka mengulangi pertanyaan-pertanyaan tersebut, menanyakan kapan terjadinya kiamat. Sampai akhirnya disebutkan oleh seorang ahli tafsir, Nabi ﷺ bertanya kepada Allah ﷻ tentang kapankah itu hari kiamat karena desakan orang-orang musyrikin (lihat Tafsiir al-Qurthubi 19/209). Akhirnya Allah ﷻ menjawab dengan berfirman:


[43]فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَ


“untuk apa engkau perlu menyebutkannya (waktunya)?”


Yaitu seakan akan Allah berkata kepada Nabi, “Janganlah bertanya tentang kapan hari kiamat, sesungguhnya hal itu bukanlah urusanmu”. Seakan-akan Allah menegur Nabi ﷺ. Atau maksudnya Allah mengingkari orang-orang musyrikin yang menanyakan hari kiamat kepada Nabi ﷺ. Seakan-akan Allah berkata, “Ngapain mereka bertanya-tanya tentang hari kiamat kepadamu, sementara engkau tidak mengetahuinya”. (lihat Tafsiir al-Qurthubi 19/209). Hal ini karena yang mengetahui hari kiamat hanya Allah ﷻ, tidak ada selain-Nya yang mengetahui hari kiamat bahkan malaikat Jibril pun tidak tahu. Sebagaimana dalam hadist Jibril tatkala jibril datang kepada Nabi ﷺ kemudian bertanya kepadanya tentang kapan tibanya hari kiamat. Namun Nabi ﷺ menjawab bahwa yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya. Artinya Nabi ﷺ dan malaikat jibril keduanya tidak tahu kapan hari kiamat terjadi.


Kemudian Allah ﷻ berfirman:


[44]إِلَى رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا


“kepada Tuhanmulah (dikembalikan) kesudahannya (ketentuan waktunya)”


Bahwasanya ilmu tentang hari kiamat dikembalikan kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman :


قُلْ إِنَّمَا الْعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ


“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya ilmu (tentang hari kiamat itu) hanya ada pada Allah. Dan aku hanyalah pemberi peringatan yang menjelaskan”.” (QS Al-Mulk : 26)


Kemudian Allah ﷻ berfirman:


[45]إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرُ مَنْ يَخْشَاهَا


“Engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut akan hari kiamat tersebut”


Orang-orang kafir yang tidak takut akan hari kiamat tidak akan mendapatkan faidah dari peringatan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Yang mendapatkan faidah dari peringatan ini adalah orang yang beriman terhadap hari kiamat dan hari kebangkitan.


Kemudian Allah ﷻ berfirman:


[46]كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا


“pada hari ketika mereka melihat hari kiamat itu, mereka merasa seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari”


Tatkala mereka menyaksikan sendiri kedahsyatan hari kiamat, mereka pun mulai menyadari bahwasanya mereka akan kekal dalam nereka Jahannam dan hidup di dunia hanya sementara. Allah ﷻ berfirman:


كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِّن نَّهَارٍ


“Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.” (QS Al-Ahqaf : 35)


Mereka merasa seakan-akan selama ini mereka hidup di dunia hanya sebentar saja. Hari akhirat dinamakan hari akhirat karena itu adalah hari terakhir, hari penghujung yang tidak ada lagi hari setelahnya. Seseorang yang membandingkan kehidupan yang abadi dan kekal dengan kehidupannya yang selama ini dia jalani didunia ini niscaya tidak akan bisa dibandingkan. Diibaratkan dalam matematika jika 100 tahun dibandingkan dengan kekekalan niscaya tidak akan bisa dibandingkan. Kebanyakan kita, 1/3 waktu hidupnya kita digunakan untuk tidur. Andaikan umur manusia itu 60 tahun, kemudian 1/3 waktunya digunakan untuk tidur yaitu 20 tahun. Kemudian masa kecil sampai dia dewasa 15 tahun. 60 dikurangi 20 tinggal 40, 40 dikurangi 15 tinggal 25 tahun, itulah hidup yang hakiki. Sehingga hidup yang benar-benar dia rasakan hanya sebentar. Lantas berapa tahun yang dia gunakan untuk beribadah dibandingkan untuk mencari dunia dari umurnya tersebut.


Oleh karena itu, seseorang yang cerdas akan lebih mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Karena dia tahu kehidupan dunia hanyalah sementara. Dan kehidupan dunia baginya hanyalah sarana untuk memasuki kehidupan yang kekal lagi abadi yaitu kehidupan akhirat. (Selesai)


Kajian tafsir Qur'an

 Tafsir Surat An-Nazi’at Ayat 15-26 (Bagian Kedua) – Tafsir Juz ‘Amma


kisah firaun tafsir surah an naziat

Masjid amr bin ash mesir

Setelah Allah berbicara tentang hari kiamat dan bagaimana mudahnya bagi Allah untuk membangkitkan umat manusia (Baca tafsir sebelumnya: An-Nazi’at Ayat 1-14), kemudian tiba-tiba pembahasan beralih ke pembahasan yang baru dimana Allah berbicara tentang Fir’aun. Apa hubungan antara Kisah Fir’aun dan hari kiamat? Sebagian ulama menjelaskan bahwasanya kisah Fir’aun adalah kisah yang mashyur, yang diketahui oleh orang-orang yahudi. Orang yahudi yang tinggal di jazirah arab mengetahui akan berita tentang kejadian Fir’aun yang ditenggalamkan karena itu adalah kisah yang mashyur, sebuah kejadian yang sangat dahsyat. Sampai-sampai berita itu ternukilkan dari kurun ke kurun. Selain itu, orang-orang musyirikin arab juga mendengar tentang kisah Fir’aun. Sehingga yang mengetahui cerita tentang Fir’aun bukan hanya dari orang-orang yahudi, bukan hanya dari Bani Israil, dan bukan hanya dari ahlul kitab, tetapi kisah ini adalah kisah yang sangat dahsyat sehingga sampailah kisah tentang Fir’aun tersebut kepada orang-orang musyirikin. Tentang bagaimana hancurnya Fir’aun, bagaimana Allah membinaskan orang-orang yang sangat sombong seperti Fir’aun tersebut. Oleh karena itu, Allah ingin mengingatkan orang-orang musyirikin apabila mereka mengingkari hari kiamat maka nasib mereka akan seperti Fir’aun. Itulah mengapa Allah menyebutkan tentang kisah Fir’aun setelah Allah menyebutkan tentang hari kiamat.


Kemudian Allah ﷻ berfirman:


[15]. هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَىٰ


“apakah telah datang kepada engkau, tentang kisah Nabi Musa? “


[16]. إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى


“Tatkala Tuhannya memanggilnya (Musa) di lembah suci yang namanya Thuwa”


[17]. اذْهَبْ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ


“pergilah engkau kepada Fir’aun. sesungguhnya dia telah melampaui batas”


Tatkala Allah memanggil Musa di sebuah lembah suci yang bernama Thuwa, menunjukkan bahwa telah terjadi dialog antara Allah dan Nabi Musa. Oleh karena itu, di dalam ayat yang lain Allah berfirman:


وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَىٰ


“Dan Aku telah memilih engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu)” (QS Thaha : 13)


Ini menunjukkan bahwasanya wahyu Allah didengar langsung oleh Nabi Musa ‘allaihissallam. Ini juga merupakan bantahan kepada orang-orang jahmiyyah yang menyatakan bahwasanya Allah berbicara tanpa suara dan tanpa huruf. Yang benar adalah Allah berbicara dengan suara yang didengar langsung oleh Nabi Musa alaihissallam. Sebelumnya Allah juga telah berbicara dengan Nabi-Nabi yang lain, diantaranya adalah Nabi Ibrahim.


Diantara bukti telah terjadi dialog antara Allah dan Nabi Musa adalah seperti ketika Nabi Musa meminta Allah agar menampakkan diri-Nya. Sebagaimana yang diceritakan dalam Al-Quran :


قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَٰكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا


(Musa) Berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Allah) berfirman, “Engkau tidak akan sanggup melihat Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempanya niscaya engkau dapat melihat Ku.” Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan.“ (QS Al-A’raf : 143)


Melihat cahaya Allah adalah suatu hal yang tidak mungkin dilakukan di dunia ini. Berbeda apabila kita dibangkitkan kelak, kita akan diberi kemampuan oleh Allah agar bisa melihat-Nya. Rasulullah bersabda :


تَعَلَّمُوْا أَنَّهُ لَنْ يَرَى أَحَدٌ مِنْكُمْ رَبَّهُ عَزَ وَ جَلَّ حَتَّى يَمُوْتَ


“Ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun yang akan bisa melihat Rabb-nya hingga ia meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 181)


Namun telah terjadi pembicaraan antara Allah dan Nabi Musa. Adapun perkataan sebagian orang, yang mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai suara melainkan Allah berbicara dengan bahasa jiwa, maka ini adalah perkataan yang bathil lagi berbahaya. Inilah perkataan yang dijadikan dalil oleh orang-orang liberal sehingga mereka berkesimpulan bahwa al-Qur’an yang ada sekarang adalah bukan firman Allah, akan tetapi ungkapan dari Nabi ﷺ yang mengungkapkan bahasa jiwa Allah. Adapun ahlussunnah wal jamaah meyakini bahwa Al-Qur’an yang kita baca sekarang ini makna dan lafalnya dari Allah ﷻ. Karenanya Al-Qur’an merupakan mukjizat, karena lafalnya langsung dari Allah. Oleh karena itu, Allah menantang orang-orang musyrikin:


أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ


“Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya? Katakanlah, “Buatlah sebuah surat yang semisal dengan sura (Al-Quran), dan ajaklah siapa saja diantara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS Yunus : 38)


Namun tidak akan ada yang mampu karena lafalnya dari Allah ﷻ. Al-Qur’an turun dalam bahasa arab dengan balaghah yang sangat tinggi sehingga orang-orang musyrikin arab tidak akan mampu mendatangkan seperti Al Qur’an sehebat apapun mereka. Andai ternyata lafal Al-Quran bukan dari Allah, niscaya Al-Qur’an bukanlah mukjizat.


Sebagian orang yang terkena racun filsafat, yang mempelajari agama islam dengan filsafatnya orang-orang kafir atau dengan filsafatnya Aristoteles yang tidak pernah beragama, namun berusaha mempelajari islam dengan pemikiran filsafat, mereka kemudian mengatakan Allah tidak mempunyai suara. Mereka mengatakan bahwasanya Al Qur’an adalah ungkapan Jibril atau Muhammad ﷺ yang berasal dari bahasa jiwa Allah. Sungguh ini adalah perkataan yang tidak benar. Jika kita mengatakan Al-Qur’an hanyalah ungkapan Jibril ataupun Muhammad dan bukan bahasa Allah, maka Al Qur’an bukanlah mukjizat dan tidak akan suci lagi.


Karena pemahaman seperti inilah yaitu Allah berbicara tanpa suara maka para orang-orang liberal mengatakan bahwa Muhammad belum tentu mampu mengungkapkan bahasa jiwa Allah. Ketika Allah ingin menyampaikan sesuatu, Muhammad belum tentu mampu membahasakan apa yang dikehendaki oleh Allah ﷻ tersebut. Akhirnya mereka akan menafsirkan Al-Qur’an dengan seenaknya. Karena lafal yang diungkapkan oleh Muhammad hanya cocok untuk kehidupan 1,5 abad yang lalu, sedangkan kehidupan sekarang jauh berbeda dengan zaman dahulu kala. Dari pemahaman inilah akan timbul tafsiran-tafsiran mereka yang senaknya tehadap Al-Qur’an.


Kemudian Allah ﷻ berfirman :


[18]. فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَىٰ أَنْ تَزَكَّىٰ


“Maka katakanlah kepada (Fir’aun), “Adakah keinginanmu untuk mensucikan dirimu?””


Dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman :


فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ


“maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (QS Thaha : 44)


Ibnul Qoyyim rahimahullah -dalam kitabnya At-Tibyaan fi Aqsaam al-Qur’an (hal 140)- menjelaskan betapa lembutnya perkataan Musa kepada Fir’aun tatkala mendakwahinya dari 7 sisi ;


Pertama : Tatkala Nabi Musa mendakwahi Fir’aun, Nabi Musa tidaklah mengatakan perkataan dalam bentuk perintah, “Wahai Fir’aun taatlah kalau engkau tidak taat kepadaku, engkau akan dimasukkan ke neraka jahnnam” tetapi Nabi Musa menggunakan metode menawarkan dengan mengatakan ” Adakah keinginanmu untuk mensucikan dirimu?”


Kedua : Perkataan Musa kepada Fir’aun إِلَىٰ أَنْ تَزَكَّىٰ “Adakah keinginanmu untuk mensucikan dirimu?”. Dan at-Tazakki (mensucikan diri) adalah perkara kesucian, pertambahan, dan keberkahan. Maka Musa menawarkan kepada Fir’aun suatu perkara yang diterima oleh semua orang yang berakal, dan tidak ada yang menolaknya kecuali orang jahil dan pandir. Dan ini merupakan kelembutan Musa dalam mendakwahi Fir’aun.


Ketiga : Musa berkata تَزَكَّى “mensucikan dirimu” dan Musa tidak berkata أُزَكَّيْكَ “Aku akan mensucikan dirimu”, Musa tidak menyandarkan pensucian kepada dirinya akan tetapi kepada diri Fir’aun agar ia yang mensucikan dirinya. DanL km demikianlah metode dalam berbicara dengan para raja dan para pembesar.


Keempat : Yaitu pada firman Allah pada ayat berikutnya :


[19]. وَأَهْدِيَكَ إِلَىٰ رَبِّكَ فَتَخْشَىٰ


“dan engkau akan kutuntut ke jalan Tuhanmu agar engkau takut kepada-Nya?”


Ini adalah bentuk kelembutan Nabi Musa dalam mendakwahi Fir’aun. Musa berkata aku siap menjadi penunjuk jalan seandainya Fir’aun ingin menyucikan diri. Seperti seseorang yang berkata kepada orang lain, “Aku siap menunjukan kepadamu lokasi harta, dan selanjutnya silahkan engkau mengambil dari harta tersebut sesuka hatimu”


Kelima : Perkataan Musa إِلَىٰ رَبِّكَ “ke jalan Tuhanmu” yaitu Nabi Musa mengajak Fir’aun untuk kembali kepada Tuhannya, yang telah menciptakannya, yang telah memberikan kerajaan dan kekuasaan kepadanya. Seperti seseorang yang berkata kepada orang lain yang tidak taat kepada ayahnya, “Tidakkah kau taat dan kembali kepada ayahmu, yang sayang kepadamu, yang telah merawatmu dll..”


Keenam : Perkataan Musa فَتَخْشَى “agar engkau takut kepada-Nya”, yaitu Musa berkata kepada Fir’aun, “Jika engkau mendapat petunjuk menuju Rabbmu, engkau semakin mengenal Rabbmu, maka engkau akan semakin takut kepadaNya, dan rasa takut kepada Allah sesuai kadar makrifatmu kepada Allah”


Ketujuh : Perkataan Musa هَلْ لَكَ “Adakah keinginanmu”, yaitu “Tidakkah engkau wahai Fir’aun memiliki keperluan dan kebutuhan?”. Dan tentunya semua orang yang berakal segera menerima ajakan kepada pemenuhan kebutuhannya. Karena sang da’i (yaitu Nabi Musa) tidak menyeru Fir’aun untuk memenuhi kebutuhan Musa, akan tetapi kepada memenuhi kebutuhan Fir’aun dan kemaslahatannya sendiri. Seakan-akan Musa berkata, “Wahai Fir’aun silahkan menuju kepada kemaslahatanmu dan pemenuhan hajatmu, sesungguhnya aku hanyalah penunjuk jalan”. (Lihat At-Tibyaan Fi Aqsaam al-Qur’aan hal 140-141)


Namun yang terjadi adalah Fir’aun tidak beriman kepada Nabi Musa bahkan membalas seluruh kelembutan ini dengan puncak kekufuran dan pembangkangan.


Selain kelembutan Allah membekali Nabi Musa dengan banyak mukjizat agar Fir’aun mau beriman. Allah ﷻ berfirman:


[20]. فَأَرَاهُ الْآيَةَ الْكُبْرَىٰ


“lalu (Musa) menampakkan kepadanya mukjizat yang besar”


Nabi Musa diutus oleh Allah ﷻ di zaman dimana banyak penyihir. Sehingga mukjizat yang Allah pilihkan untuk Nabi Musa, adalah mukjizat yang tidak bisa dilakukan oleh para penyihir. Sebagaimana Allah mengutus Nabi Isa di zaman dimana banyak orang-orang yang pandai mengobati. Sehingga Allah memberikan mukjizat kepada Nabi isa yang tidak bisa dilakukan oleh para tabib. Diantaranya yaitu Nabi Isa apabila menyentuh orang yang buta maka tiba-tiba bisa melihat, Nabi Isa menyentuh orang yang terkena kusta maka tiba-tiba bisa sembuh, kesemuanya tidak bisa dilakukan oleh para tabib. Begitupun dengan Nabi Muhamad ﷺ yang diutus kepada zaman musyrikin arab dimana mereka berbangga-bangga dengan bahasa mereka. Sehingga Allah memberikan mukjizat Al-Qur’an kepada Nabi Muhamad ﷺ yang mana mereka tidak mampu untuk mengungkapkan bahasanya sebagaimana ungkapan-ungkapan yang ada di dalam Al-Qur’an. (lihat penjelasan Ibnu Katsir dalam Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 2/486-487 atau Qoshsos Al-Anbiyaa 2/430 pada kisah Nabi ‘Isa ‘alaihis salam)


Nabi Musa memiliki banyak mukjizat, diantara mukjizatnya yang paling besar adalah bisa mengubah tongkat menjadi ular. Namun sebelum Nabi Musa bertemu dengan Fir’aun untuk menunjukkan mukjizat tersebut, Allah ﷻ terlebih dahulu melatih Nabi Musa. Allah mengisahkan di dalam Al-Quran :


وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَىٰ . قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَىٰ غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَىٰ . قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَىٰ . فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَىٰ


“Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa?” Dia (Musa) berkata, “Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku merontokkan (daun-daun) dengannya untuk (makanan) kambingku dan bagiku masih ada lagi manfaat yang lain”. Dia (Allah) berfirman, “Lemparkanlah ia (tongkatmu), wahai Musa!” Lalu (Musa) melemparkan tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (QS Thaha : 17-20)


Tatkala Nabi Musa melihat ular tersebut, Nabi Musa berlari karena takut. Allah mengisahkan dalam ayat yang lain:


وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ ۖ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّىٰ مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ ۚ يَا مُوسَىٰ أَقْبِلْ وَلَا تَخَفْ ۖ إِنَّكَ مِنَ الْآمِنِينَ


“Dan lemparkanlah tongkatmu.” Maka ketika dia (Musa) melihatnya bergerak-gerak seakan-akan seekor ular (yang gesit), dia lari berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Allah berfirman), “Wahai Musa! Kemarilah dan jangan takut. Sesungguhnya engkau termasuk orang yang aman. (QS Al-Qashash : 31)


Allah menenangkan Nabi Musa yang berlari ketakutan. Allah hendak melatih dan membuat Nabi Musa terbiasa dengan mukjizat tongkat menjadi ular tersebut. Seandainya Allah tidak melakukan demikian kemudian Nabi Musa melemparkan tongkat tersebut di hadapan Fir’aun sedangkan dia belum mengetahui akan seperti apa ular tersebut, niscaya dia akan ketakutan juga melihatnya. Sehingga Nabi Musa harus dilatih terlebih dahulu oleh Allah.


Setelah Musa menampakkan mukjizatnya kepada Fir’aun yaitu tongkat menjadi ular, dia pun mengangkatnya menjadi tongkat kembali seperti sedia kala. Itulah diantara mukjizat besar dari Nabi Musa yang ditampakkan di hadapan Fir’aun. Dengan sebab inilah orang-orang musyrik dan para penyihir di zaman Fir’aun beriman kepada Nabi Musa.


Para penyihir tersebut mengetahui, apa yang mereka lakukan dengan tongkat dan tali-tali mereka hingga menjadi ular hanyalah halusinasi semata, dan bukanlah kenyataan. Tongkat tetaplah tongkat, kayu tetaplah kayu, tali tetaplah tali, orang-orang yang melihatnyalah yang matanya telah tersihir, sehingga mereka melihat seakan-akan itu adalah ular yang bergerak-gerak, bahkan diantara yang tersihir adalah Nabi Musa ‘alaihissallam.


Allah mengisahkan di dalam Al-Quran bagaimana pertarungan antara Musa dengan Fir’aun beserta para penyihirnya. Allah berfirman :


قَالُوا يَا مُوسَىٰ إِمَّا أَن تُلْقِيَ وَإِمَّا أَن نَّكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَلْقَىٰ (65) قَالَ بَلْ أَلْقُوا ۖ فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِن سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَىٰ (66) فَأَوْجَسَ فِي نَفْسِهِ خِيفَةً مُّوسَىٰ (67) قُلْنَا لَا تَخَفْ إِنَّكَ أَنتَ الْأَعْلَىٰ (68) وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا ۖ إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ ۖ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَىٰ (69) فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سُجَّدًا قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَىٰ (70)


65. Mereka berkata, “Wahai Musa! Apakah engkau yang melemparkan (dahulu) atau kami yang lebih dahulu melemparkan?” 66. Dia (Musa) berkata, “Silahkan kamu melemparkan!” Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka. 67. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. 68. Kami berfirman, “Jangan takut! Sungguh, engkaulah yang unggul (menang). 69. Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka itu hanyalah tipu daya penyihir (belaka). Dan tidak akan menang penyihir, dari mana pun ia datang. 70. Lalu para penyihir itu merunduk bersujud, seraya berkata, “Kami telah percaya kepada Tuhannya Harun dan Musa.” (QS Thaha : 65-70)


Nabi Musa ‘alaihissallam juga ikut tersihir sehingga dia juga melihat tongkat-tongkat dan tali-tali para penyihir tersebut sebagai ular, sehingga ia ikut ketakutan. Namun Allah kemudian menenangkannya dan menyuruhnya untuk melemparkan tongkatnya sehingga tongkatnya menjadi ular besar yang memakan ular-ular palsu tadi. Setelah melihat kejadian tersebut, para penyihir Fir’aun yang konon katanya ada ratusan atau ribuan penyihir yang saat itu bersatu menyerang Nabi Musa akhirnya semuanya beriman. Karena mereka tahu bahwasanya mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa alaihissallam yaitu tongkat yang berubah menjadi ular bukan tipuan mata atau sihir. Tongkat yang berbahan kayu tersebut benar-benar berubah menjadi ular.


Berdasarkan kisah ini juga, para ulama juga menyatakan bahwa tidak ada sihir yang benar-benar mengubah hakekat aslinya, yang ada hanyalah halusinasi dan tipuan mata semata. Orang-orang hanya dikhayalkan melalui sihirnya, dan tidak ada yang bisa mengubah hakekat aslinya sebagaimana apa yang Nabi Musa lakukan, dengan izin Allah, dapat mengubah dari unsur kayu menjadi unsur daging.


Al-Baghowi berkata :


وَالسِّحْرُ وُجُودُهُ حَقِيقَةً عِنْدَ أَهْلِ السُّنَّةِ، وَعَلَيْهِ أَكْثَرُ الْأُمَمِ، وَلَكِنَّ الْعَمَلَ بِهِ كُفْرٌ، … وَقِيلَ: إِنَّهُ يُؤَثِّرُ فِي قَلْبِ الْأَعْيَانِ فَيَجْعَلُ الْآدَمِيَّ عَلَى صُورَةِ الْحِمَارِ وَيَجْعَلُ الْحِمَارَ عَلَى صُورَةِ الْكَلْبِ، وَالْأَصَحُّ أَنَّ ذَلِكَ تَخْيِيلٌ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: “يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى” لَكِنَّهُ يُؤَثِّرُ فِي الْأَبْدَانِ بِالْأَمْرَاضِ وَالْمَوْتِ وَالْجُنُونِ


“Sihir itu hakikatnya ada menurut ahlus sunnah, dan ini adalah pendapat mayoritas umat, akan tetapi mempraktikannya adalah kekufuran…, dan ada yang berpendapat bahwa sihir bisa berpengaruh merubah hakikat benda-benda, maka bisa merubah manusia menjadi bentuk keledai dan merubah keledai dalam bentuk anjing. Namun yang benar bahwa itu semua hanyalah pengkhayalan (halusinasi). Allah berfirman


يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِن سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَىٰ


“Karena sihir mereka maka dikhayalkan kepada Nabi Musa seakan-akan tongkat-tongkat dan tali-tali itu merayap cepat,” (QS Toha : 66)


Akan tetapi sihir mempengaruhi badan denga menimbulkan sakit, kematian, dan kegilaan. (Tafsiir Al-Baghowi 1/128-129)


Meskipun Musa telah mendatangan banyak mukjizan namun yang terjadi adalah Fir’aun tetap tidak beriman.


Allah berfirman :


[21]. فَكَذَّبَ وَعَصَىٰ


“Tetapi dia (Fir’aun) mendustakan dan dan mendurhakai”


[22]. ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَىٰ


“Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa)”


[23]. فَحَشَرَ فَنَادَىٰ


“Kemudian dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru (memanggil kaumnya)”


[24]. فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ


“(Seraya) berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi””


[25]. فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الْآخِرَةِ وَالْأُولَىٰ


“Maka Allah menghukum Fir’aun dengan siksaan yang terakhir dan siksaan yang pertama”


Ada tiga pendapat di kalangan ahli tafsir mengenai apa yang dimaksud dengan siksaan pertama dan siksaan yang terakhir.


Pendapat yang pertama: mengatakan bahwa siksaan yang pertama adalah siksaan di dunia dimana Fir’aun ditenggelamkan oleh Allah ﷻ, kemudian dimasukkan ke alam kubur dan disiksa di dalamnya dan siksaan yang terakhir adalah di neraka jahannam. Allah berfirman :


حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ . آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ


Sehingga ketika Fir’aun hampir tenggelam dia berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang muslim (berserah diri).” 91. Mengapa baru sekarang (kamu beriman) padahal seseungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu, dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan. (QS Yunus : 90-91)


Sehingga Allah ﷻ menenggelamkan Fir’aun dan tidak menerima taubatnya, kemudian Allah menyiksanya di alam kubur. Allah berfirman:


النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ


“Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang (di alam kubur)”


Kata para ulama, itulah sebabnya mengapa Allah berfirman pada kelanjutan ayat setelah itu:


وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ


“dan pada hari kiamat nanti, (Lalu kepada malaikat diperintahkan), “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras”.” (QS. Ghafir : 46)


Ini menunjukkan bahwa adzab di hari kiamat tidak sama dengan adzab yang sekarang mereka rasakan di alam kubur. Meskipun mereka secara dzhahir tidak dikuburkan, bahkan mayat Fir’aun sendiri diselamatkan dan tidak dimasukkan ke dalam liang lahat, tetapi mereka sekarang disiksa di alam kubur. Oleh karena itu alam kubur disebut juga dengan alam barzakh, alam barzakh adalah perantara antara alam dunia dan alam akhirat. Meskipun seseorang tidak dikubur secara dzhahir tetapi dia tetap akan masuk ke alam barzakh. Meskipun dia dimakan oleh ikan hiu, mayatnya dicincang-cincang, atau dicabik-cabik oleh hewan semisal singa atau harimau maka tetap saja ruhnya masuk ke dalam alam barzakh. Diantaranya jasad Fir’aun yang selamat dan bala tentaranya yang mati tenggelam dalam lautan tidaklah dikubur, tetapi kata Allah mereka sekarang tetap disiksa. Itulah adzab pertama yang mereka rasakan, dan adzab terakhir nanti yaitu pada hari kiamat nanti dimana Fir’aun dan para pengikutnya akan mendapatkan adzab yang lebih pedih.


Pendapat yang kedua sebagaimana pendapat sebagian sahabat mengatakan bahwa siksaan yang pertama adalah perkataan Fir’aun kepada penduduk kota Mesir dimana dia mengatakan, “Wahai penduduk Mesir, aku tidak mengetahui ada Tuhan kalian selain aku.” Allah berfirman :


وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَاأَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي


Dan berkata Fir´aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku” (QS Al-Qosos : 38)


Adapun siksaan yang terakhir (yang kedua) adalah atas perkataan Fir’aun أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ “Akulah tuhanmu yang paling tinggi” Dan jarak antara perkataan pertama dan perkataan kedua adalah 40 tahun. (lihat Tafsir At-Thobari 24/83-84 dan Tafsir Ibnu Katsir 8/317).


Ibnu Abbas berkata :


أَمْهَلَهُ فِي الْأُولَى، ثُمَّ أَخَذَهُ فِي الْآخِرَةِ، فَعَذَّبَهُ بِكَلِمَتَيْهِ


“Allah membiarkan Fir’aun pada perkataannya yang pertama, lalu Allah menghukumnya tatkala mengucapkan perkataannya yang kedua, maka Allah mengadzabnya dengan dua perkataannya tersebut” (Tafsiir Al-Qurthubi 19/202)


Ini menunjukan bahwa Allah membiarkan Fir’aun berbuat dzolim akan tetapi Allah tidak lalai dengannya. Nabi ﷺ bersabda :


إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ


“Sesungguhnya Allah membiarkan orang yang dzolim, hingga tatkala Allah menyiksanya makai a tidak akan lolos” (HR Al-Bukhari no 4686)


Pendapat ketiga : Siksaan yang pertama yaitu akibat pendustaannya kepada Musa, dan siksaan kedua akibat perkatannya “Aku adalah tuhan kalian yang tertinggi”. Hal ini sebagaimana dzohir ayat


“Tetapi dia (Fir’aun) mendustakan dan dan mendurhakai” lalu firman Allah berikutnya “Fir’aun (seraya) berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi” (lihat Tafsir al-Qurthubi 19/202)


Ini semua memberi faidah kepada kita bahwa adzab di akhirat bukan hanya berkaitan dengan amaliah saja, bukan hanya karena merampok, berzina, mencuri seseorang itu diadzab. Tetapi sesat dalam masalah keyakinan dan perkataan pun juga akan diadzab oleh Allah ﷻ.


Demikian juga menunjukan bahwa Allah jika mengadzab maka dengan detail, karenanya Allah mengadzab Fir’aun karena perkataannya yang pertama dan perkataannya yang kedua. Oleh karena itu, orang-orang kafir pun di akherat ketika diadzab akan dibedakan oleh Allah. Orang kafir yang baik, sering membantu kaum muslim, jika bertemu dengan seorang muslim dia senyum, meskipun dia tetap kekal di neraka jahannam tetapi tidak akan sama adzab yang akan didapatkan dengan orang kafir yang jahat, suka merampok, membunuh, dan suka berbuat dzhalim.


Demikian juga menunjukan bahwa manusia kesombongannya bisa bertambah-tambah. Pada awalnya Fir’aun hanya berkata : “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku” (QS Al-Qosos : 38), awalnya iapun hanya berkata


يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَٰذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي ۖ أَفَلَا تُبْصِرُونَ


”Wahai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir itu milikku dan (bukankah) sungai ini mengalir di bawahku, apakah kalian tidak melihat?”.” (QS Az-Zukhruf : 51)


Dan akhirnya setelah 40 tahun ia berkata, أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ “Aku adalah tuhan kalian yang tertinggi”


Kemudian Allah ﷻ menyebutkan hikmah menceritakan kisah Fir’aun.


[26]. إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَىٰ


“Sungguh pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang yang takut (kepada Allah)”


Tujuan Allah menceritakan kisah Fira’un dan bagaimana kehancurannya kepada orang-orang musyirikin adalah untuk menjelaskan bahwa orang-orang yang mengingkari hari akhirat nasibnya akan sama dengan Fir’aun yaitu akan diadzab oleh Allah ﷻ Para kaum musyrikin mengetahui tentang kisah Fir’aun karena kisah Fir’aun merupakan kisah yang masyhur. Jika mereka para musyirikin arab juga ikut mengingkari hari kebangkitan niscaya nasib mereka akan sama seperti Fir’aun.


Bersambung In sya Allah. 

.. Ke ayat 27 - 46