Translate

Rabu, 26 Juni 2013

KHUTBAH JUM'AT





MERENUNGI SEJENAK PERJALANAN ABADI MANUSIA



Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah
Di tengah kehidupan yang senantiasa bergulir, jumat demi jumat berlalu, seiring itu juga khutbah demi khutbah kita perdengarkan dan menyirami sejenak hati yang penuh ketundukan dan mengharapkan keridhoaan Allah. Kesadaran kemudian muncul dengan tekad untuk menjadi hamba yang Allah yang taat. Namun kadangkala dengan rutinitas yang kembali mengisi hari-hari kita kesadaran itu kembali tumpul bahkan luntur. Oleh sebab itulah melalui mimbar jumat ini khotib kembali mengajak marilah kita berupaya secara sungguh-sungguh memperbaharui keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah, memperbaharui kembali komitmen kita kepada Allah yang sering kita ulang-ulang namun jarang diresapi, sebuah komitmen yang mestinya menyertai setiap langkah kita:
إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ  لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأنا من الْمُسْلِمِينَ
Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah termasuk orang orang yang menyerahkan diri.
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang berbahagia
Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam Tafsirnya bahwa: Suatu ketika Umar bin Khathab ra bertanya kepada seorang sahabat bernama Ubay Ibnu Ka’ab ra tentang taqwa walau hal itu merupakan suatu yang hal yang sangat mereka ketahui, namun bertanya satu sama lainnya di antara mereka dalam rangka mendalaminya adalah hal yang sangat mereka sukai. Kemudian Ubay balik bertanya: “Wahai Umar, pernahkah engkau melalui jalan yang di penuhi duri?” Umar menjawab, "ya, saya pernah melaluinya. Kemudian Ubay bertanya lagi: “Apa yang akan engkau lakukan saat itu?”. Umar menjawab: “Saya akan berjalan dengan sangat berhati-hati, agar tak terkena duri itu”. Lalu Ubayberkata: “Itulah takwa”.
Dari riwayat ini kita dapat mengambil sebuah pelajaran penting, bahwa takwa adalah kewaspadaan, rasa takut kepada Allah, kesiapan diri, kehati-hatian agar tidak terkena duri syahwat dan duri syubhat di tengah perjalanan menuju Allah, menghindari perbuatan syirik, meninggalkan perbuatan maksiat dan dosa, yang kecil maupun yang besar. Serta berusaha sekuat tenaga mentaati dan melaksanakan perintah-perintah Allah dengan hati yang tunduk dan ikhlas.
Hadirin Jama’ah sholat jumat rahimakuullah
Setiap orang beriman pasti akan menyadari bahwa ketika ia hidup di dunia ini, ia akan hidup dalam batas waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh penciptanya, Allah SWT. Usia manusia berbeda satu sama lainnya, begitu juga amal dan bekalnya. Setiap orang yang berimanpun amat menyadari bahwa mereka tidak mungkin selamanya tinggal di dunia ini. Mereka memahami bahwa mereka sedang melalui perjalanan menuju kepada kehidupan yang kekal abadi. Sungguh sangat berbeda dan berlawanan sekali dengan kehidupan orang-orang yang tidak beriman. Allah berfirman:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا .  وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
"Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)
Sayangnya, kesadaran ini seringkali terlupakan oleh diri kita sendiri. Padahal, bukan tidak mungkin, hari ini, esok, atau lusa, perjalanan itu harus kita lalui, bahkan dengan sangat tiba-tiba. Jiwa manusia yang selalu digoda oleh setan, diuji dengan hawa nafsu, kemalasan bahkan lupa, kemudian menjadi lemah semangat dalam mengumpulkan bekal dan beribadah, membuat kita menyadari sepenuhnya bahwa kita adalah manusia yang selalu membutuhkan siraman-siraman suci berupa Al-Quran, mutiara-mutiara sabda Rosulullah, ucapan hikmah para ulama, bahkan saling menasehati dengan penuh keikhlasan sesama saudara seiman. Sehingga kita tetap berada pada jalan yang benar, istiqomah melalui sebuah proses perjalanan menuju Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Jika kita membuka kembali lembaran kisah salafus shalih, kita akan menemukan karakteristik amal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada diantara mereka yang konsent pada bidang tafsir, hadits, fiqih, pembersihan jiwa dan akhlak, atau berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya. Namun, satu persamaan yang didapat dari para ulama tersebut, yaitu kesungguhan mereka beramal demi memberikan kontribusi terbaik bagi sesama. Sebuah karya yang tidak hanya bersifat pengabdian diri seorang hamba kepada Penciptanya saja, namun juga mempunyai nilai manfaat luar biasa bagi generasi berikutnya.
Marilah kita renungi firman Allah berikut:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al Qashash: 77).
Hadirin yang dimuliakan Allah
Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran penting, tentang beberapa prinsip yang perlu kita sadari bersama akan keberadaan kita di dunia ini.
Pertama, prinsip mengutamakan kebahagiaan kehidupan akherat. Prinsip ini menghendaki agar dalam melaksanakan kehidupan di dunia, kita senantiasa mengutamakan pertimbangan nilai akherat. Namun perlu dipahami, mengutamakan kebahagiaan akherat bukan berarti dalam mewujudkan kebahagiaan duniawi diabaikan begitu saja, sebab amal akherat tidak berdiri sendiri dan terlepas dari amal duniawi. Sungguh amat banyak amalan akherat yang berhubungan erat dalam mewujudkan kebahagian duniawi.
Umpamanya sholat, seorang yang melaksanakan shalat dengan tekun dan disiplin bukanlah semata-mata sebagai amal akherat yang tidak berdampak duniawi, sebab bila shalat itu dilaksanakan menurut tuntutan Allah dan rasulNya, yang secara berjamaah, niscaya ia akan banyak memberikan hikmah dalam kehidupan dunia. Dengan shalat yang benar akan dapat mencegah seseorang dari berbuat keji dan munkar. Dengan demikian manusia akan terhindarnya dari perbuatan yang dapat merugikan orang lain, sehingga terciptalah ketenteraman hidup bersama di dunia ini.
Begitu juga dengan infak dan shodaqoh, seorang yang beramal dengan niatan mulia untuk mendapatkan ganjaran berupa pahala dari Allah di akherat, maka dengan hartanya tersebut dapat memberikan manfaat bagi kehidupan orang lain yang membutuhkan.
Kedua prinsip ‘ahsin’ yaitu senantiasa menghendaki kebaikan. Bila seseorang menanamkan prinsip ini dalam dirinya, niscaya ia akan menunjukkan diri sebagai orang yang pada dasarnya selalu menghendaki kebaikan. Ia akan senantiasa berprasangka baik kepada orang lain, selalu berusaha berbuat baik dan  berkata baik dalam pergaulan di kehidupan sehari-hari.
Maka akan selalu tampillah kebaikan demi kebaikan, mempersembahkan sebuah karya terbaiknya untuk kemanfaatan masyarakat disekitarnya, peduli akan kemaslahatan umum, dan meninggalkan sebuah kebaikan yang akan selalu dapat dikenang oleh orang banyak walaupun ia sudah pergi terlebih dahulu menuju kehidupan yang abadi.
Ketiga adalah prinsip walaa tabghil fasada fil ardh’ yaitu prinsip untuk tidak berbuat kerusakan. Bila prinsip ini dipegang teguh, seseorang akan lebih melengkapi prinsip yang kedua, yakni melengkapi upayanya berbuat baik dengan upaya menghindari perbuatan yang merusak. Terjadinya kerusakan alam, kerusakan moral, kerusakan dalam tatanan kehidupan masyarakat sering kali terjadi karena sudah hilangnya kesadaran akan tujuan hidup yang sesungguhnya, sehingga seorang lupa bahwa sesungguhnya ia tidak dibiarkan begitu saja, bahwa ia akan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya ketika ia menghadap Allah di akherat kelak.
Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah
Allah swt mengingatkan kita dengan firmannya:
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqoroh: 197)
Walaupun ayat di atas menjelaskan tentang bekal penting dalam perjalanan ibadah haji, namun sesungguhnya ia merupakan gambaran ketika manusia akan menghadap Allah di padang mahsyar kelak, ibadah haji merupakan miniatur gambaran manusia yang akan dikumpulkan di padang mahsyar nanti sebagaimana halnya mereka berkumpul di padang arafah. Maka bekalan utama yang dapat menyelamatkan itu adalah taqwa.
Firman Allah SWT di atas juga memiliki makna tersirat bahwa manusia memiliki dua bentuk perjalanan, yakni perjalanan di dunia dan perjalanan dari dunia. Perjalanan di dunia memerlukan bekal, baik berbentuk makanan, minuman, harta, kendaraaan dan sebagainya. Sementara perjalanan dari dunia juga memerlukan bekal.
Namun perbekalan yang kedua yaitu perbekalan perjalanan dari dunia menuju akhirat, lebih penting dari perbekalan dalam perjalanan pertama yakni perjalanan di dunia. Imam Fachrurrozi dalam dalam tafsirnya menyebutkan ada lima perbandingan antara keduanya:

Pertama, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang belum tentu terjadi. Tapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang pasti terjadi.

Kedua, perbekalan dalam perjalanan di dunia, setidaknya akan menyelamatkan kita dari kesulitan sementara, tetapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari kesulitan yang tiada tara dan tiada habis-habisnya.

Ketiga, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan menghantarkan kita pada kenikmatan dan pada saat yang sama mungkin saja kita juga mengalami rasa sakit, keletihan dan kepayahan.Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia menuju akhirat, akan membuat kita terlepas dari marabahaya apapun dan terlindung dari kebinasaan yang sia-sia.

Keempat, perbekalan dalam perjalanan di dunia memiliki karakter bahwa kita akan melepaskan dan meninggalkan sesuatu dalam perjalanan. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia, memiliki karakter, kita akan lebih banyak menerima dan semakin lebih dekat dengan tujuan.

Kelima, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan mengantarkan kita pada kepuasan syahwat dan hawa nafsu. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia akan semakin membawa kita pada kesucian dan kemuliaan karena itulah sebaik-baik bekal. (Tafsir Ar-Raazi 5/168)

Sesungguhnya perjalanan itu cukup berat, dan masih banyak bekal yang perlu disiapkan. Semua kita pasti tahu bekalan yang sudah kita siapkan masing-masing. Jika kita anggap bekalan itu masih kurang, tentu kita tidak akan rela seandainya tidak lama lagi ternyata kita harus segera menempuh perjalanan menuju akhirat itu.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أما بعد : فيا أيها المؤمنون اتقوا الله تعالى قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Hadirin siding sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Lalu apa yang perlu menjadi bahan perhatian kita dalam mempersiapkan bekalan untuk melalui perjalan dari dunia ini menuju ke kehidupan yang abadi di akherat?
Untuk itu minimal ada tiga hal yang perlu menjadi bahan perhatian kita bersama.
Pertama, bekal berupa keimanan yang benar dan kokoh, aqidah yang bersih dan suci dari unsur-unsur  kesyirikan. Meyakini dengan sebenarnya, bahwa Allah adalah tuhan yang Esa, kepada-Nya sajalah tempat bergantung, Ia adalah Pencipta, Pemberi rezeki, Pengatur alam semesta, kemudian memurnikan ibadah kepada-Nya, ikhlas dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Ia perintahkan oleh Allah. Allah berfirman:
أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا )110(
"Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS Al-Kahfi: 110)
Kedua, kesungguhan dalam amal sholeh dan dalam menangkap segala peluang kebajikan. Seperti halnya perjalanan jauh yang akan dilalui, jika tidak disertai dengan kesungguhan dalam mengatur waktu dan mempersiapkan segala sesuatunya, maka boleh jadi ia akan tertinggal, bahkan tersesat dan kebingungan. Sesungguhnya apa yang dilakukan seseorang adalah berpulang untuk dirinya sendiri. Allah berfirman:  
مَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لَآتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ  . وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh (berjihad), maka sesungguhnya kesungguhan  itu (jihadnya) adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Al-Ankabut: 5-6)

Hadirin sidang jumat yang berbahagia
Kemudian penting halnya juga untuk menangkap setiap peluang amal di sekitar kita, meski amal itu sederhana dan tidak datang setiap waktu. Cukuplah menjadi pelajaran kita bersama tentang kisah seorang pelacur yang rela mengambilkan minum untuk seekor anjing yang kehausan, padahal ia sendiri sedang dahaga luar biasa, namun dengan amalan itu ternyata dapat mengantarkan dirinya ke surga. Meski terkesan sederhana, dan jarang terjadi, namun berefek dapat menghapuskan dosa pelakunya.
Mahasuci Allah, kesempatan seperti ini memang tidak datang dua kali, namun pasti akan kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, perlu kejelian dan kesungguhan hati dalam mengenalinya.
Ketiga dan terakhir, mewaspadai akan hilangnya bekal yang telah dikumpulkan, lantaran sikap kita terhadap orang lain. Inilah kerugian yang besar, jika hilangnya bekal di dunia, masih ada kesempatan untuk dicari kembali, namun jika hilangnya bekal itu di akhirat bagaimana mungkin untuk mengumpulkannya kembali, sedang hisab telah menunggu.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw suatu ketika bertanya kepada para sahabat: “Tahukah kalian siapakah orang yang rugi?” Maka para sahabat menjawab: “orang yang rugi di antara kami adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta. Maka Rasulullah saw menjawab, “bukan itu, akan tetapi orang yang rugi dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) sholat, puasa dan zakatnya, namun dahulu di dunianya dia telah mencela si fulan, menuduh si fulan, memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan dan telah memukul orang lain dengan tanpa hak, maka diberikan pahala kebaikannya kepada orang tersebut, dan kepada si fulan yang lain diberikan pula pahala kebaikannya yang lain, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya, maka kesalahan si fulan yang dizalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke api neraka. (HR. Muslim)
Sungguh inilah kerugian yang besar dan amat menyedihkan. Bekalan yang sudah disiapkan semasa di dunia, tidak dapat menolongnya sama sekali. Maka kebersihan hati, kebersihan ucapan, kebersihan sikap, berbaik sangka kepada sesama orang beriman harus selalu ditanamkan di dalam hati masing-masing, agar setiap kebaikan yang telah dilakukan tidak hilang sia-sia.
Kerugian lain adalah kerugian karena memikul dosa yang berat. Begitulah bagi mereka orang-orang yang mendustakan bertemu dengan penciptanya karena terlena dengan kenikmatan dunia. Allah berfirman:  
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِلِقَاء اللّهِ حَتَّى إِذَا جَاءتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُواْ يَا حَسْرَتَنَا عَلَى مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ أَلاَ سَاء مَا يَزِرُونَ . وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ

“Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am: 31-32)
Begitulah juga ungkapan penyesalan yang disampaikan di dalam Al-Quran:
يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.”(QS Al-Fajr:24).
Dalam ayat yang lain Allah mengingatkan:
وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا
“Dan tiap-tiap mereka orang akan datang kepada Allah pada hari qiyamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam: 95)
Maka seharusnya setiap orang yang beriman benar-benar memberikan perhatian besar dalam mempersiapkan diri dan mengumpulkan bekal untuk menghadapi hari yang kekal dan abadi itu. Karena pada hakikatnya, hari inilah masa depan manusia yang sesungguhnya. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah disiapkannya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hasyr:18).
Dan yang terakhir khatib tutup khutbah ini dengan firman Allah:
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ (30) جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ
Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl: 30-31)
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar