Translate

Jumat, 28 Juni 2013

KHUTBAH JUM'AT Tanggal 28 JUNI 2013





MENYAMBUT BULAN RAMADHAN

Jamaah sholat Jum'at Mesjid Al Muhajirin yang dirahmati Allah...
Pada kesempatan khutbah kali ini, khatib tidak pernah bosan-bosannya untuk menghimbau diri khatib secara pribadi dan para jama’ah sekalian untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah di mana saja kita berada dengan berupaya semaksimal mungkin mengerjakan perintah-perintahNya dan menjauhi laranga-laranganNya. Karena tidak ada bekal terbaik di hari kiamat kelak yang membuat kita Mulia di sisiNya melainkan dengan taqwa. Karena tidak ada yang mampu menjadi tameng kita dari adzab dan api nerakaNya melainkan adalah taqwa yang kita miliki.
Allah Ta’ala berfirman,
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى (البقرة:197)
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. al-Baqarah:197)
Dan Rasulullah bersabda,
اِتَّقِ اللهَ حَيْثمُاَ كُنْتَ وَأَتبِْعِ السَّيِّئَةَ اْلحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلقٍُ حَسَنٍ (رَوَاهُ التِّرْمِذِي)
“Bertakwalah kamu di mana saja kamu berada, dan sertakanlah olehmu kejahatan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskannya (kejahatan tersebut), serta pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik”. (HR. at-Tirmidzi, dengan sanad hasan shahih).

Jamaah sholat Jum'at Mesjid Al Muhajirin yang dirahmati Allah....
Ada sebuah Ungkapan atau kalau boleh ia disebut motto hidup yang cukup sederhana, “Tidak akan Pernah Kembali Hari-hari yang Telah Berlalu”. Kenapa kita katakan sederhana?? sebab ungkapan ini cukup familiar di telinga kita, bahkan ia terkadang bagaikan angin yang lalu begitu saja, atau ungkapan picisan kuno yang tak ada arti bagi sebagian orang, bahkan anak-anak kecil saja tahu dan mengerti kalau hari-hari yang telah dilewatinya tidak akan pernah terulang dan kembali lagi. Tentunya tidak bagi para pemerhati kehidupan atau orang-orang yang selalu merenungi dan menghayati hidup yang dijalani, juga tidak bagi orang yang selalu mengevaluasi diri dan ingin hari-harinya yang sekarang dan yang nanti lebih baik dari hari-harinya yang telah lalu. Karena baginya hari-hari yang telah lalu adalah sejarah sekaligus pelajaran untuk menatap dan manata hidup di masa depan yang lebih gemilang, pelajaran mahal yang tak bisa di hargai dengan lembaran-lembaran kertas yang kini telah berubah menjadi sembahan, hari-hari yang telah berlalu terus akan menyisakan kenangan dan kenikmatan bagi siapa saja yang menghabiskannya untuk sesuatu yang indah dan penuh makna.. dan selalu akan meninggalkan penyesalan dan kesedihan yang mungkin tak terlupakan bagi siapa saja yang menjalaninya untuk sesuatu yang sia-sia dan penuh dosa.
 Tentunya bagi seorang mukmin hari-hari adalah sebuah kesempatan yang berharga untuk beramal dan berinvestasi sebanyak-banyaknya yang tidak akan pernah ia sia-siakan begitu saja. Sehingga ia selalu berupaya untuk mengisi lembaran-lembaran hidupnya dengan sesuatu yang mendatangkan keridhaan dan kecintaan Allah Ta’ala. Sebagaimana dia tahu Rasulullah bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ اْلمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ (رواه الترمذي)
“Diantara kesempurnaan (kebaikan) Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna bagi dirinya.” (HR. at-Timidzi, dishahihkan oleh al-Albany)

Jamaah sholat Jum'at Mesjid Al Muhajirin yang dirahmati Allah....
Kalau hari-hari yang biasa dijalani oleh seorang mukmin begitu ia manfaatkan sebaik mungkin, apalagi jika ia berada di hari-hari yang di dalamnya terdapat bonus-bonus dan ‘seabrek’ keistimewaan yang disediakan dan begitu menjanjikan, tentunya betul-betul tidak sedikitpun ia akan sisakan hari dan waktunya kecuali untuk mengejar dan meraih semua bonus-bonus dan keistimewaan nan menggiurkan. Dia akan tampak agresif dan kompetitif dan siap bersaing serta berupaya mengungguli rival-rivalnya demi sebuah prestasi yang akan diraih. Allah Ta’ala berfirman,
فَاسْتبَقُِوا اْلخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونوُا يَأْتِ بِكُمُ اللهُ جَمِيعًا إِنَّ اللهَ عَلىَ كُلِّ شَئٍ قَدِيرٌ (البقرة: 148)
“…Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Seungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah:148)
Hari-hari yang indah dan didambakan itu kini hampir datang kepada kita, hari-hari yang terdapat pada bulan yang sangat istimewa di mata Sang Pemiliknya dan bagi siapapun yang mengetahui keistimewaannya, tamu nan agung yang selalu dinanti-nanti oleh semua orang yang merindukannya, dia adalah bulan ramadhan bulan rahmah, bulan maghfirah, bulan berkah, bulan sabar, bulan Qur’an, bulan shadaqah, bulan pendidikan dan madrasah orang-orang yang beriman, bulan dilipat-gandakan pahala dari setiap amalan yang dikerjakan di dalamnya dan masih banyak lagi nama-nama yang indah untuknya yang belum disebutkan, sesuai dengan banyaknya kebaikan dan keutamaan di dalamnya.
Allah Ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ اَّلذِي أُنْزِلَ فِيهِ اْلقُرْآنُ هُدىً لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ اْلهُدَى وَاْلفُرْقَانِ (البقرة: 185)
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. 2: 185)
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda,
كَانَ رَسُولُ اللهِ يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ يَقُولُ: قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ, شَهْرٌ مُبَارَكٌ, كَتَبَ اللهُ عَليَْكُمْ صِيَامَهُ, فِيهِ تُفْتَحُ أَبْوَابُ اْلجَنَّةِ, وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ اْلجَحِيمِ, وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ, فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ, مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ (رواه أحمد والنسائي)
“Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam biasanya memberi kabar gembira kepada para shahabatnya dengan bersabda,’Telah datang kepada kalian bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Allah telah mewajibkan kalian berpuasa Ramadhan, Pada bulan ini pintu-pintu langit dibuka dan pintu-pintu jahannam ditutup, tangan-tangan syetan dibelunggu, dan di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, maka barangsiapa yang dijauhkan (diharamkan) dari kebaikannya, maka benar-benar telah dijauhkan.” (HR. an-Nasa’i)

Jamaah sholat Jum'at Mesjid Al Muhajirin yang dirahmati Allah....
Dan wahai hamba-hamba Allah yang haus akan pengabdian dan ketaatan kepadaNya, jangan biarkan ia berlalu dan lewat begitu saja di depan mata, cukuplah ramadhan yang lalu menjadi pelajaran dan sekaligus penyesalan yang nyata, karena telah menyia-nyiakan kesempatan yang ada, yang telah Allah anugerahkan kepada kita, dengan hanya membawa sedikit dari sekian banyak dan berlimpah ruahnya kebaikan-kebaikanNya yang tersedia. Atau boleh jadi tidak sedikitpun pahala yang terbawa, karena banyak amalan utama yang tak terjaga, dan hilang dengan sia-sia. Allah Ta’ala berfirman,
ياأيهاالَّذِينَ ءَامَنُوااتَّقُوااللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوااللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ. وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوااللهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (الحشر: 18-19)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr:18-19)
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah yang Kedua
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وبعد,
Jamaah sholat Jum'at Mesjid Al Muhajirin yang dirahmati Allah......
Pernahkah kita berpikir kalau ramadhan ini adalah ramadhan terakhir yang Allah taqdirkan buat kita, maka apa yang kita akan perbuat di dalamnya?
Seseorang yang tahu kalau hidupnya akan berakhir saat itu, pastinya dia akan menyiapkan segala bekalnya dengan sebaik dan sesempurna mungkin. Maka dia akan menjadikan ramadhannya kali ini menjadi ramadhan terbaik dan berkualitas dari sebelum-sebelumnya.
Tentunya untuk menjadikan ramadhan lebih baik dan berkualitas, dibutuhkan persiapan yang ekstra serius dan sungguh-sungguh. Khususnya yang lebih diprioritaskan adalah menyiapkan ilmu-ilmu syar’I seputar ramadhan itu sendiri. Sehingga dengan bekal tersebut betul-betul seseorang akan menjalani ramadhannya dengan Iman dan ihtisab (hanya mengharap pahala dan ridha Allah semata), Rasulullah bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا عُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan hanya mengharap pahala dari Allah (ihtisab), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Muttafaq’alaih).
Dalam hadits yang lain,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا عُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
“Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan (tarawih) karena iman dan hanya mengharap pahala dari Allah (ihtisab), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Muttafaq’alaih)

Jamaah sholat Jum'at Mesjid Al Muhajirin yang dirahmati Allah.....
Hanya dengan bekal ilmu syar’I yang cukuplah, insya Allah ibadah yang dijalani selama sebulan penuh menjadi ibadah yang maqbulah (diterima oleh Allah Ta’ala) karena semata-mata melaksanakan perintah Allah melalui tuntunan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ (رواه مسلم)
“Barangsiapa yang beramal (beribadah) yang tidak ada perintah dari kami, maka ibadahnya tertolak”. (HR. Muslim)
Bukan hanya itu saja yang akan diterima olehnya, Allah akan memasukkannya ke dalam hamba-hambaNya yang bertakwa (al-Muttaqun), karena tujuan disyariatkannya puasa Ramadhan itu sendiri adalah agar-agar orang yang melaksanakan ibadah di dalamnya, menjadi hamba-hamba Allah yang bertakwa yang tidak ada balasannya kecuali dipersiapkan surga untuknya. Amin.
Sebagaimana firmanNya,
يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلىَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (البقرة: 183)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.(QS. Al-Baqarah:183)
Allah Ta’ala berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (ال عمران: 133)
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Ali Imran:133)

Jamaah sholat Jum'at Mesjid Al Muhajirin yang dirahmati Allah......
Demikianlah, semoga khutbah yang singkat ini bisa menjadi renungan dan motivasi bagi kita semua untuk menjadikan ramadhan kali ini menjadi lebih berarti dan penuh berkah illahi. Amin.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.

Rabu, 26 Juni 2013

KHUTBAH JUM'AT





MERENUNGI SEJENAK PERJALANAN ABADI MANUSIA



Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah
Di tengah kehidupan yang senantiasa bergulir, jumat demi jumat berlalu, seiring itu juga khutbah demi khutbah kita perdengarkan dan menyirami sejenak hati yang penuh ketundukan dan mengharapkan keridhoaan Allah. Kesadaran kemudian muncul dengan tekad untuk menjadi hamba yang Allah yang taat. Namun kadangkala dengan rutinitas yang kembali mengisi hari-hari kita kesadaran itu kembali tumpul bahkan luntur. Oleh sebab itulah melalui mimbar jumat ini khotib kembali mengajak marilah kita berupaya secara sungguh-sungguh memperbaharui keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah, memperbaharui kembali komitmen kita kepada Allah yang sering kita ulang-ulang namun jarang diresapi, sebuah komitmen yang mestinya menyertai setiap langkah kita:
إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ  لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأنا من الْمُسْلِمِينَ
Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah termasuk orang orang yang menyerahkan diri.
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang berbahagia
Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam Tafsirnya bahwa: Suatu ketika Umar bin Khathab ra bertanya kepada seorang sahabat bernama Ubay Ibnu Ka’ab ra tentang taqwa walau hal itu merupakan suatu yang hal yang sangat mereka ketahui, namun bertanya satu sama lainnya di antara mereka dalam rangka mendalaminya adalah hal yang sangat mereka sukai. Kemudian Ubay balik bertanya: “Wahai Umar, pernahkah engkau melalui jalan yang di penuhi duri?” Umar menjawab, "ya, saya pernah melaluinya. Kemudian Ubay bertanya lagi: “Apa yang akan engkau lakukan saat itu?”. Umar menjawab: “Saya akan berjalan dengan sangat berhati-hati, agar tak terkena duri itu”. Lalu Ubayberkata: “Itulah takwa”.
Dari riwayat ini kita dapat mengambil sebuah pelajaran penting, bahwa takwa adalah kewaspadaan, rasa takut kepada Allah, kesiapan diri, kehati-hatian agar tidak terkena duri syahwat dan duri syubhat di tengah perjalanan menuju Allah, menghindari perbuatan syirik, meninggalkan perbuatan maksiat dan dosa, yang kecil maupun yang besar. Serta berusaha sekuat tenaga mentaati dan melaksanakan perintah-perintah Allah dengan hati yang tunduk dan ikhlas.
Hadirin Jama’ah sholat jumat rahimakuullah
Setiap orang beriman pasti akan menyadari bahwa ketika ia hidup di dunia ini, ia akan hidup dalam batas waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh penciptanya, Allah SWT. Usia manusia berbeda satu sama lainnya, begitu juga amal dan bekalnya. Setiap orang yang berimanpun amat menyadari bahwa mereka tidak mungkin selamanya tinggal di dunia ini. Mereka memahami bahwa mereka sedang melalui perjalanan menuju kepada kehidupan yang kekal abadi. Sungguh sangat berbeda dan berlawanan sekali dengan kehidupan orang-orang yang tidak beriman. Allah berfirman:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا .  وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
"Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)
Sayangnya, kesadaran ini seringkali terlupakan oleh diri kita sendiri. Padahal, bukan tidak mungkin, hari ini, esok, atau lusa, perjalanan itu harus kita lalui, bahkan dengan sangat tiba-tiba. Jiwa manusia yang selalu digoda oleh setan, diuji dengan hawa nafsu, kemalasan bahkan lupa, kemudian menjadi lemah semangat dalam mengumpulkan bekal dan beribadah, membuat kita menyadari sepenuhnya bahwa kita adalah manusia yang selalu membutuhkan siraman-siraman suci berupa Al-Quran, mutiara-mutiara sabda Rosulullah, ucapan hikmah para ulama, bahkan saling menasehati dengan penuh keikhlasan sesama saudara seiman. Sehingga kita tetap berada pada jalan yang benar, istiqomah melalui sebuah proses perjalanan menuju Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Jika kita membuka kembali lembaran kisah salafus shalih, kita akan menemukan karakteristik amal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada diantara mereka yang konsent pada bidang tafsir, hadits, fiqih, pembersihan jiwa dan akhlak, atau berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya. Namun, satu persamaan yang didapat dari para ulama tersebut, yaitu kesungguhan mereka beramal demi memberikan kontribusi terbaik bagi sesama. Sebuah karya yang tidak hanya bersifat pengabdian diri seorang hamba kepada Penciptanya saja, namun juga mempunyai nilai manfaat luar biasa bagi generasi berikutnya.
Marilah kita renungi firman Allah berikut:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al Qashash: 77).
Hadirin yang dimuliakan Allah
Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran penting, tentang beberapa prinsip yang perlu kita sadari bersama akan keberadaan kita di dunia ini.
Pertama, prinsip mengutamakan kebahagiaan kehidupan akherat. Prinsip ini menghendaki agar dalam melaksanakan kehidupan di dunia, kita senantiasa mengutamakan pertimbangan nilai akherat. Namun perlu dipahami, mengutamakan kebahagiaan akherat bukan berarti dalam mewujudkan kebahagiaan duniawi diabaikan begitu saja, sebab amal akherat tidak berdiri sendiri dan terlepas dari amal duniawi. Sungguh amat banyak amalan akherat yang berhubungan erat dalam mewujudkan kebahagian duniawi.
Umpamanya sholat, seorang yang melaksanakan shalat dengan tekun dan disiplin bukanlah semata-mata sebagai amal akherat yang tidak berdampak duniawi, sebab bila shalat itu dilaksanakan menurut tuntutan Allah dan rasulNya, yang secara berjamaah, niscaya ia akan banyak memberikan hikmah dalam kehidupan dunia. Dengan shalat yang benar akan dapat mencegah seseorang dari berbuat keji dan munkar. Dengan demikian manusia akan terhindarnya dari perbuatan yang dapat merugikan orang lain, sehingga terciptalah ketenteraman hidup bersama di dunia ini.
Begitu juga dengan infak dan shodaqoh, seorang yang beramal dengan niatan mulia untuk mendapatkan ganjaran berupa pahala dari Allah di akherat, maka dengan hartanya tersebut dapat memberikan manfaat bagi kehidupan orang lain yang membutuhkan.
Kedua prinsip ‘ahsin’ yaitu senantiasa menghendaki kebaikan. Bila seseorang menanamkan prinsip ini dalam dirinya, niscaya ia akan menunjukkan diri sebagai orang yang pada dasarnya selalu menghendaki kebaikan. Ia akan senantiasa berprasangka baik kepada orang lain, selalu berusaha berbuat baik dan  berkata baik dalam pergaulan di kehidupan sehari-hari.
Maka akan selalu tampillah kebaikan demi kebaikan, mempersembahkan sebuah karya terbaiknya untuk kemanfaatan masyarakat disekitarnya, peduli akan kemaslahatan umum, dan meninggalkan sebuah kebaikan yang akan selalu dapat dikenang oleh orang banyak walaupun ia sudah pergi terlebih dahulu menuju kehidupan yang abadi.
Ketiga adalah prinsip walaa tabghil fasada fil ardh’ yaitu prinsip untuk tidak berbuat kerusakan. Bila prinsip ini dipegang teguh, seseorang akan lebih melengkapi prinsip yang kedua, yakni melengkapi upayanya berbuat baik dengan upaya menghindari perbuatan yang merusak. Terjadinya kerusakan alam, kerusakan moral, kerusakan dalam tatanan kehidupan masyarakat sering kali terjadi karena sudah hilangnya kesadaran akan tujuan hidup yang sesungguhnya, sehingga seorang lupa bahwa sesungguhnya ia tidak dibiarkan begitu saja, bahwa ia akan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya ketika ia menghadap Allah di akherat kelak.
Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah
Allah swt mengingatkan kita dengan firmannya:
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqoroh: 197)
Walaupun ayat di atas menjelaskan tentang bekal penting dalam perjalanan ibadah haji, namun sesungguhnya ia merupakan gambaran ketika manusia akan menghadap Allah di padang mahsyar kelak, ibadah haji merupakan miniatur gambaran manusia yang akan dikumpulkan di padang mahsyar nanti sebagaimana halnya mereka berkumpul di padang arafah. Maka bekalan utama yang dapat menyelamatkan itu adalah taqwa.
Firman Allah SWT di atas juga memiliki makna tersirat bahwa manusia memiliki dua bentuk perjalanan, yakni perjalanan di dunia dan perjalanan dari dunia. Perjalanan di dunia memerlukan bekal, baik berbentuk makanan, minuman, harta, kendaraaan dan sebagainya. Sementara perjalanan dari dunia juga memerlukan bekal.
Namun perbekalan yang kedua yaitu perbekalan perjalanan dari dunia menuju akhirat, lebih penting dari perbekalan dalam perjalanan pertama yakni perjalanan di dunia. Imam Fachrurrozi dalam dalam tafsirnya menyebutkan ada lima perbandingan antara keduanya:

Pertama, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang belum tentu terjadi. Tapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang pasti terjadi.

Kedua, perbekalan dalam perjalanan di dunia, setidaknya akan menyelamatkan kita dari kesulitan sementara, tetapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari kesulitan yang tiada tara dan tiada habis-habisnya.

Ketiga, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan menghantarkan kita pada kenikmatan dan pada saat yang sama mungkin saja kita juga mengalami rasa sakit, keletihan dan kepayahan.Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia menuju akhirat, akan membuat kita terlepas dari marabahaya apapun dan terlindung dari kebinasaan yang sia-sia.

Keempat, perbekalan dalam perjalanan di dunia memiliki karakter bahwa kita akan melepaskan dan meninggalkan sesuatu dalam perjalanan. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia, memiliki karakter, kita akan lebih banyak menerima dan semakin lebih dekat dengan tujuan.

Kelima, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan mengantarkan kita pada kepuasan syahwat dan hawa nafsu. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia akan semakin membawa kita pada kesucian dan kemuliaan karena itulah sebaik-baik bekal. (Tafsir Ar-Raazi 5/168)

Sesungguhnya perjalanan itu cukup berat, dan masih banyak bekal yang perlu disiapkan. Semua kita pasti tahu bekalan yang sudah kita siapkan masing-masing. Jika kita anggap bekalan itu masih kurang, tentu kita tidak akan rela seandainya tidak lama lagi ternyata kita harus segera menempuh perjalanan menuju akhirat itu.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أما بعد : فيا أيها المؤمنون اتقوا الله تعالى قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Hadirin siding sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Lalu apa yang perlu menjadi bahan perhatian kita dalam mempersiapkan bekalan untuk melalui perjalan dari dunia ini menuju ke kehidupan yang abadi di akherat?
Untuk itu minimal ada tiga hal yang perlu menjadi bahan perhatian kita bersama.
Pertama, bekal berupa keimanan yang benar dan kokoh, aqidah yang bersih dan suci dari unsur-unsur  kesyirikan. Meyakini dengan sebenarnya, bahwa Allah adalah tuhan yang Esa, kepada-Nya sajalah tempat bergantung, Ia adalah Pencipta, Pemberi rezeki, Pengatur alam semesta, kemudian memurnikan ibadah kepada-Nya, ikhlas dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Ia perintahkan oleh Allah. Allah berfirman:
أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا )110(
"Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS Al-Kahfi: 110)
Kedua, kesungguhan dalam amal sholeh dan dalam menangkap segala peluang kebajikan. Seperti halnya perjalanan jauh yang akan dilalui, jika tidak disertai dengan kesungguhan dalam mengatur waktu dan mempersiapkan segala sesuatunya, maka boleh jadi ia akan tertinggal, bahkan tersesat dan kebingungan. Sesungguhnya apa yang dilakukan seseorang adalah berpulang untuk dirinya sendiri. Allah berfirman:  
مَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لَآتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ  . وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh (berjihad), maka sesungguhnya kesungguhan  itu (jihadnya) adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Al-Ankabut: 5-6)

Hadirin sidang jumat yang berbahagia
Kemudian penting halnya juga untuk menangkap setiap peluang amal di sekitar kita, meski amal itu sederhana dan tidak datang setiap waktu. Cukuplah menjadi pelajaran kita bersama tentang kisah seorang pelacur yang rela mengambilkan minum untuk seekor anjing yang kehausan, padahal ia sendiri sedang dahaga luar biasa, namun dengan amalan itu ternyata dapat mengantarkan dirinya ke surga. Meski terkesan sederhana, dan jarang terjadi, namun berefek dapat menghapuskan dosa pelakunya.
Mahasuci Allah, kesempatan seperti ini memang tidak datang dua kali, namun pasti akan kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, perlu kejelian dan kesungguhan hati dalam mengenalinya.
Ketiga dan terakhir, mewaspadai akan hilangnya bekal yang telah dikumpulkan, lantaran sikap kita terhadap orang lain. Inilah kerugian yang besar, jika hilangnya bekal di dunia, masih ada kesempatan untuk dicari kembali, namun jika hilangnya bekal itu di akhirat bagaimana mungkin untuk mengumpulkannya kembali, sedang hisab telah menunggu.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw suatu ketika bertanya kepada para sahabat: “Tahukah kalian siapakah orang yang rugi?” Maka para sahabat menjawab: “orang yang rugi di antara kami adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta. Maka Rasulullah saw menjawab, “bukan itu, akan tetapi orang yang rugi dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) sholat, puasa dan zakatnya, namun dahulu di dunianya dia telah mencela si fulan, menuduh si fulan, memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan dan telah memukul orang lain dengan tanpa hak, maka diberikan pahala kebaikannya kepada orang tersebut, dan kepada si fulan yang lain diberikan pula pahala kebaikannya yang lain, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya, maka kesalahan si fulan yang dizalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke api neraka. (HR. Muslim)
Sungguh inilah kerugian yang besar dan amat menyedihkan. Bekalan yang sudah disiapkan semasa di dunia, tidak dapat menolongnya sama sekali. Maka kebersihan hati, kebersihan ucapan, kebersihan sikap, berbaik sangka kepada sesama orang beriman harus selalu ditanamkan di dalam hati masing-masing, agar setiap kebaikan yang telah dilakukan tidak hilang sia-sia.
Kerugian lain adalah kerugian karena memikul dosa yang berat. Begitulah bagi mereka orang-orang yang mendustakan bertemu dengan penciptanya karena terlena dengan kenikmatan dunia. Allah berfirman:  
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِلِقَاء اللّهِ حَتَّى إِذَا جَاءتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُواْ يَا حَسْرَتَنَا عَلَى مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ أَلاَ سَاء مَا يَزِرُونَ . وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ

“Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am: 31-32)
Begitulah juga ungkapan penyesalan yang disampaikan di dalam Al-Quran:
يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.”(QS Al-Fajr:24).
Dalam ayat yang lain Allah mengingatkan:
وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا
“Dan tiap-tiap mereka orang akan datang kepada Allah pada hari qiyamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam: 95)
Maka seharusnya setiap orang yang beriman benar-benar memberikan perhatian besar dalam mempersiapkan diri dan mengumpulkan bekal untuk menghadapi hari yang kekal dan abadi itu. Karena pada hakikatnya, hari inilah masa depan manusia yang sesungguhnya. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah disiapkannya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hasyr:18).
Dan yang terakhir khatib tutup khutbah ini dengan firman Allah:
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ (30) جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ
Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl: 30-31)
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.